Permintaan maaf yang benar adalah kunci untuk mengurangi dampak dari krisis. Selain itu, mengakui kesalahan dan tetap transparan merupakan upaya untuk meredakan keraguan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Kita mungkin masih ingat dengan klarifikasi yang dilakukan oleh Eiger, perusahaan asal Indonesia yang memproduksi pakaian serta peralatan rekreasi alam. Atau, permintaan maaf dari Es Teh Indonesia, perusahaan food and beverages yang beroperasi sejak tahun 2018. Keduanya sama-sama berhadapan dengan krisis dan melakukan somasi terhadap pelanggannya.
Lantas, langkah terbaik seperti apa yang harus dilakukan oleh organisasi pada saat merespons krisis? Apakah harus sampai melakukan somasi terhadap pelanggan apabila kasus yang dihadapi seperti yang dialami oleh kedua perusahaan di atas?
Menurut Kyle Scott, Wakil Rektor Lone Star College, dalam tulisannya di laman Forbes yang diunggah pada tanggal 26 April 2021, menyampaikan permintaan maaf adalah komponen kunci untuk mengurangi dampak krisis. Selain itu, langkah tersebut merupakan upaya organisasi untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik.
Pernyataan Scott didukung oleh survei yang dilakukan oleh SproutSocial, perusahaan agensi digital asal Amerika Serikat. Hasilnya, 89% responden sependapat organisasi dapat memperoleh kembali kepercayaan mereka jika mengakui kesalahan dan transparan mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Saat ini, kata Scott, masih banyak organisasi yang gagal dalam menyampaikan permintaan maaf mereka kepada publik. Oleh karena itu, ia berbagi tahapan membuat permintaan maaf yang efektif sebagai berikut:
1. Analisis kesalahan.
Organisasi akan sulit menyampaikan permintaan maaf yang tulus apabila tidak mengetahu alasan di balik keluhan atau kekesalan audiens. Oleh karena itu, organisasi harus melakukan analisis untuk mengetahui alasan itu dan hal yang membuat mereka melakukan tindakan menuntut. Melalui analisis ini, PR dapat menentukan pernyataan maaf dengan tepat dan relevan.
2. Mengakui kesalahan.
Dalam beberapa skenario, organisasi tidak dapat mengambil tanggung jawab penuh karena alasan hukum. Tapi, ingat, poin dari permintaan maaf adalah untuk mengakui kesalahan dan dampak krisis terhadap korban atau pihak yang dirugikan. .
3. Menunjukkan empati.
Sebaiknya organisasi membuat permintaan maaf secara personal. Dalam permintaan maaf tersebut harus menunjukkan kesungguhan organisasi berempati dengan para korban dan memahami kekecewaan pelanggan.
4. Menyampaikan rencana aksi korektif.
Permintaan maaf menjadi tidak relevan apabila tidak mengarah kepada perubahan agar kejadian serupa tidak terulang. Permintaan maaf menjadi lebih baik jika turut menyampaikan tindakan korektif yang akan dilakukan oleh organisasi.
Kuncinya, kata Scott, mengakui kesalahan yang telah dilakukan oleh perusahaan dan memastikan hal serupa tidak akan terjadi lagi. (zil)
- BERITA TERKAIT
- AI dan Keamanan Siber Akan Jadi Fokus Komunikasi Microsoft Indonesia di 2025
- Grup MIND ID Tegaskan Komitmen untuk Pertambangan Berkelanjutan di COP 29
- Hilirisasi Jadi Katalisator Pertumbuhan Ekonomi
- Jadi Tulang Punggung Hilirisasi, Kinerja Keuangan Grup MIND ID Solid di Kuartal III 2024
- Penggawa Corporate Communication MIND ID Selly Adriatika Raih Trofi CSA 2024