Dahsyatnya “Storytelling” bagi Reputasi

PRINDONESIA.CO | Rabu, 02/11/2022 | 1.680

Kehebatan (public relations) PR dalam mengomunikasikan pesan organisasi terletak pada kemampuannya mengemas storytelling. Inilah salah satu senjata PR yang diyakini ampuh menembus audiens sasarannya.  

JAKARTA, PRINDONESIA.CO –Profesional PR memiliki andil penting untuk memastikan pesan organisasi atau perusahaan tersampaikan kepada para pemangku kepentingan dan audiens yang disasar. Caranya, menurut Aastha Patangia, Account Executive Adfactors PR, melalui unggahannya di LinkedIn, Kamis (23/12/2021),dapat dilakukan melalui siaran pers, artikel, atau wawancara. Untuk itu, PR memerlukan kemampuan mengemas pesan dengan cara storytelling yang dapat menggugah dan menarik perhatian audiens.

Berdasarkan Laporan Global Communication tahun 2017 yang diterbitkan oleh Pusat Hubungan Masyarakat University of South California, ada tiga tren teratas yang akan mendominasi praktik PR dalam dekade berikutnya. Tren yang dimaksud meliputi digital storytelling, social listening, dan social purpose.

Alasan storytelling berada di puncak daftar taktik komunikasi PR modern, masih dari hasil laporan tersebut adalah, audiens saat ini sudah lebih menyadari strategi atau praktik pemasaran konvensional. Sehingga, mereka cenderung menghindari iklan yang begitu jelas. Sementara storytelling memberikan aspek manusiawi dalam setiap ceritanya. Pesan yang disampaikan juga relatif lebih relevan untuk audiens.

Oleh karena itu, saat membuat storytelling, PR perlu memikirkan cara agar cerita yang ditulis mampu membangkitkan emosi audiens. Hal ini penting karena audiens akan lebih mengingat cerita yang berkesan secara emosional. Di satu sisi, PR juga harus mampu membuat cerita yang mampu merangsang emosi yang diinginkan oleh organisasi.

Namun, Patangia berpesan, agar PR jujur dalam bercerita. Jangan memalsukan atau melebih-lebihkan pesan/informasi yang akan disampaikan. “Ceritakan dengan apa adanya,” katanya. Sebab, cerita yang tulus memiliki dampak yang lebih besar pada audiens dan menumbuhkan hubungan yang lebih langgeng ketimbang sebaliknya.

Cerita mengenai suatu merek juga tidak harus selalu berbicara mengenai keunggulan atau fitur produk. Lebih dari itu, PR dapat menceritakan kisah menarik tentang orang-orang yang membuat produk, wajah di balik merek, tanpa melupakan manfaat produk.

Ada banyak dampak yang dapat dirasakan oleh PR ketika mengemas informasi dengan cara  storytelling. Bahkan, apabila PR dapat melakukan upaya itu dengan benar, dapat berpengaruh pada publisitas merek yang lebih baik. Oleh karena itu, kata Patangia, PR sangat disarankan untuk berinvestasi pada storytelling. Tujuannya, tak lain untuk menciptakan reputasi, citra, serta loyalitas audiens. (zil)