ESG Jadi Penting Karena Ada 10 Risiko Ini

PRINDONESIA.CO | Jumat, 08/09/2023
Yuki Wardhana, Ketua Indonesia Environmental Scientist Association, di acara Konvensi Humas Indonesia (KHI), Semarang, Sabtu (2/9/2023).
Foto PERHUMAS

Saat ini penerapan environmental, social, governance (ESG) bagaikan mata uang baru bagi para investor. Mengapa?  

SEMARANG, PRINDONESIA.CO -  Penerapan environmental, social, governance (ESG) telah menjadi salah satu aspek esensial dalam mengukur keberlanjutan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Yuki Wardhana, Ketua Indonesia Environmental Scientist Association, dalam panel diskusi Konvensi Humas Indonesia (KHI) di Semarang, Sabtu (2/9/2023).

Menurutnya, aspek yang ada dalam ESG, yakni environmental, social, governance (ESG) berkorelasi dengan daya tarik perusahaan di mata investor. Hal ini sejalan dengan survei Principle Responsible Investment (PRI) tahun 2020-2021 yang menunjukkan bahwa tren investasi sejalan dengan bisnis yang memerhatikan ketiga aspek ESG. “Ya, penerapan ESG saat ini bagaikan mata uang baru bagi para investor sebelum menyimpan uang mereka,” katanya. 

Hal ini diperkuat dari survei The World Report tahun 2022. Zahmilia Akbar, Corporate Secretary PT Phapros Tbk., yang turut menjadi pembicara sore hari itu melaporkan hasilnya dari survei itu. Salah satunya, menunjukkan 80 persen investor lebih cenderung memilih perusahaan yang telah mengadopsi ESG sebagai sasaran investasi. “Saat ini penerapan ESG telah dianggap sebagai indikasi perusahaan yang berkelanjutan dan berkinerja baik,” katanya.

Apalagi, Yuki melanjutkan, berdasarkan data Global Risk Report 2023 yang diterbitkan oleh World Economic Forum diketahui ada sepuluh risiko global yang akan muncul dalam jangka pendek atau dua tahun mendatang. Dari 10 poin tersebut, delapan di antaranya berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial.

Risiko-risiko yang dimaksud meliputi krisis biaya hidup, bencana alam dan kondisi cuaca ekstrem, perubahan iklim, erosi kohesi sosial dan polarisasi masyarakat, insiden kerusakan lingkungan berskala besar, kegagalan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim, krisis sumber daya alam, hingga migrasi besar-besaran yang tidak diinginkan.

Selama lima hingga enam tahun terakhir, kata pria yang juga merupakan dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia ini, risiko-risiko lingkungan telah menjadi yang paling dominan di antara risiko-risiko global yang ada. (jar)