Pakar dan praktisi komunikasi menilai articial intelligence (AI) akan memberikan dampak yang signifikan dalam dunia jurnalisme. Namun, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Apa itu?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Artificial intelligence (AI) digadang-gadang menjadi teknologi utama di masa depan. Namun, sejalan dengan itu sejumlah pakar dan praktisi komunikasi menilai kehadiran kecerdasan buatan dapat mendisrupsi dunia jurnalisme. Hal itu disampaikan oleh dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Mufti Nurlatifah.
Pada perkembangannya, kata Mufti, AI dapat membantu kerja jurnalistik para wartawan. Namun, dalam konteks yang lebih substansial, ia menilai, peran manusia masih akan signifikan. “Membuat suatu cerita sampai kepada pembacanya, membutuhkan rasa dari manusia,” ujar Mufti dalam seminar bertajuk “AI dan Transformasi Dunia Komunikasi” yang digelar Paguyuban Alumni Ilmu Komunikasi UGM (Publikom Gama) di Jakarta, Sabtu (24/2/2024).
Lebih lanjut Mufti menjelaskan, inti dari kualitas sebuah produk jurnalistik terletak pada sentuhan khas dari sang wartawan. Baginya, sebuah tulisan maupun karya audiovisual buatan AI dengan narasi terbaik, tidak akan pernah bisa mencapai “rasa” sebagaimana hasil kerja manusia.
Sejalan dengan pendapat Mufti, menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto, kehadiran AI dalam dunia jurnalisme ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat memudahkan kerja jurnalistik. Contohnya, wartawan tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk melakukan transkrip hasil wawancara karena bisa diwakilkan oleh kecerdasan buatan. Sementara di sisi lain, AI bisa pula menghapus sejumlah peran wartawan.
Formulasi Ulang
Sementara itu pendapat berbeda diutarakan Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Agus Sudibyo. Menurutnya, kemajuan AI justru akan membuat jurnalisme semakin relevan. Hal itu ia sampaikan merujuk kepada berbagai peluang yang telah ditawarkan kecerdasan buatan. Misalnya, media massa saat ini bisa mengemas konten berita ke dalam bentuk kekinian melalui bantuan AI.
Namun, selaras dengan itu, bagi Agus, perlu ada perumusan ulang tentang jurnalisme Tanah Air. Dalam hal ini ia menilai penting regulasi pemanfaatan AI yang berpihak kepada kepentingan peradaban manusia, dan yang menjelaskan garis batas antara wartawan dan content creator. “Jurnalisme hari ini tidak terlepas dari peran keduanya dalam menghasilkan konten, dan ini harus diformulasi ulang,” pungkasnya. (dlw)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2