Menurut agensi public relations (PR) Maverick Indonesia, sebagian besar organisasi masih mengukur efektivitas komunikasi mereka berdasarkan banyaknya kegiatan yang dilakukan. Seperti apa?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sebagian besar organisasi di Indonesia ternyata masih menggunakan kegiatan sebagai tolok ukur utama untuk menilai efektivitas program komunikasi mereka. Kesimpulan itu disampaikan Director Monitoring and Analytics Maverick Indonesia Felicia Nugroho, berdasarkan hasil survei terbaru yang dilakukan agensi public relations (PR) tersebut, Kamis (25/4/2024).
Felicia menjelaskan, dalam hasil survei yang dilakukan terhadap 82 kepala komunikasi korporat perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di 24 industri, terungkap bahwa hanya sebagian kecil korporasi yang mengukur efektivitas program komunikasi berdasarkan dampak. “Sebanyak 70 persen organisasi mengukur efektivitas komunikasi mereka berdasarkan output seperti jumlah kegiatan atau publikasi yang dilakukan,” terangnya.
Sisanya, kata orang Indonesia pertama peraih sertifikasi AMEC Certificate in Measurement & Evaluation itu, sebanyak 24 persen mengukur efektivitas komunikasi berdasarkan outcomes atau hasil yang dicapai, dan hanya sekitar enam persen yang benar-benar menghubungkannya dengan impact atau dampak terhadap korporasi.
Merinci temuan tersebut, Felicia memaparkan, sebanyak 75 persen korporasi mengukur efektivitas komunikasi mereka berdasarkan sentimen berita. Disusul menghitung artikel dan survei dengan persentase masing-masing 66 persen, dan 63 persen mengacu pada media relations. “Sebanyak 59 persen masih menggunakan Advertising Value Equivalency (AVE), dan 56 persen mendasarkan kepada keterlibatan media sosial,” imbuhnya.
Berbanding Terbalik
Survei terbaru Maverick Indonesia turut mengungkapkan perbedaan fokus kepala komunikasi korporat dengan para CEO korporasi mengenai efektivitas komunikasi. Dalam hal ini, para CEO lebih menilai efektivitas berdasarkan hasil bisnis dan dampak yang dihasilkan oleh program komunikasi. “Bahkan, ada CEO yang sepenuhnya mengesampingkan hasil liputan media dan lebih fokus pada metrik yang mengukur dampak nyata dari program komunikasi,” kata Felicia.
Lebih lanjut ia menerangkan, sejumlah CEO mengaku lebih mengandalkan metrik seperti laporan bulanan liputan media, sentimen yang muncul, perbandingan dengan kompetitor, hingga survei pemangku kepentingan untuk menakar dampak. Prioritas utama mereka, kata Felicia, adalah mengurangi proporsi berita negatif dan meningkatkan berita positif dengan tujuan memengaruhi persepsi stakeholders. (jar)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2