Sebagian pihak menilai, rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Revisi Undang – Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran, merupakan bentuk pembungkaman terhadap pers. Apa persoalannya?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Dunia jurnalisme tanah air tengah menjadi sorotan hangat di masyarakat. Penyebabnya adalah rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Revisi Undang – Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran. Sebagian pihak menilai, langkah tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap pers. Pasalnya, dalam draf undang-undang yang beredar, termuat kalimat pelarangan penayangan karya jurnalistik investigatif.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan, kalimat pelarangan yang tertulis dalam pasal 56 ayat 2 poin C sangat membingungkan. “Ini sungguh aneh, mengapa di penyiaran tidak boleh ada investigasi?” ujar Sekretaris Jenderal AJI Bayu Wardhana seperti dikutip dari BBC News Indonesia, Jumat (10/5/2024).
Seakan melengkapi Bayu, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli menyebut, pasal tersebut merupakan kemunduran yang sangat serius terhadap kemerdekaan pers Indonesia. "Apakah ada keinginan agar pemerintahan yang selanjutnya bisa berjalan tanpa kritik yang signifikan dari pers?" ujarnya retoris.
Pertanyaan tersebut diajukan Arif sekaligus untuk menyoroti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menjadi mediator sengketa pers. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah mengatur bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab Dewan Pers. “Ini spekulasi (melemahkan Dewan Pers) sangat masuk akal, karena KPI anggotanya dipilih oleh DPR,” lanjutnya.
Meski tidak spesifik merujuk draf UU Penyiaran yang beredar, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono kepada BBC News Indonesia menyampaikan, pemerintahan saat ini maupun yang akan datang tidak memiliki niat untuk membelenggu kebebasan pers. “Tiada niat sedikit pun […] akan memberangus hak-hak masyarakat dan kebebasan berpendapat, apalagi informasi terhadap masyarakat,” ujarnya.
Jurnalisme Investigasi
Penolakan AJI, Dewan Pers, maupun jurnalis secara umum terhadap draf Revisi UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran yang beredar, merupakan respons yang seharusnya. Sebab, setiap orang yang mempelajari jurnalitik pasti paham, bahwa dalam relasinya dengan pemerintahan, jurnalisme investigasi mengisi peran sebagai anjing penjaga (watchdog). Maka, setiap langkah yang mengarah kepada pembungkaman terhadap peran itu, wajar untuk dipertanyakan.
Dida Dirgahayu dalam jurnal berjudul Persepsi Wartawan Terhadap Aktivitas Jurnalistik Investigasi (2015) menyimpulkan, disiplin jurnalisme yang menggunakan metode investigasi untuk mengumpulkan data dan informasi bukan sekadar upaya pencarian berita. Lebih jauh, merupakan tanggung jawab panjang jurnalis dalam menulis secara objektif demi kepentingan umum. (dlw)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2