Fenomena journalist-fluencer yang muncul di berbagai platform media sosial telah memengaruhi lanskap industri media. Seperti apa?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Industri media yang sangat terpengaruh oleh perkembangan digital kini dihadapkan dengan kemunculan fenomena journalist-fluencer di berbagai platform media sosial. Adapun istilah tersebut merujuk kepada praktik jurnalisme yang dilakukan seorang wartawan, tanpa melalui perusahaan pers tempat mereka bekerja. Secara teknis, fenomena ini mirip dengan jurnalisme warga (citizen journalism).
Senior Vice President Global Head of Consumer KWT Global Mathhew Levison menilai, fenomena tersebut hadir menyusul penggunaan platform media sosial yang kian masif. Ia menjelaskan, ketika kelompok publik beralih ke dunia digital, praktis lingkaran sosial akan berkembang secara virtual dan eksponensial. “Platform telah beralih dari sekadar jaringan pribadi menjadi halaman gosip digital real-time yang memahkotai,” ujarnya seperti dikutip dari PR Daily, Selasa (9/4/2024).
Mathhew menambahkan, keadaan itu pula yang memungkinkan pengguna aktif media sosial dengan banyak pengikut dapat berubah dari sekadar manusia biasa, menjadi pemengaruh (influencer). “Hampir 40 persen Gen Z memilih melakukan penelusuran web melalui Instagram atau TikTok dibandingkan Google,” imbuhnya menjelaskan pemicu fenomena journalist-fluencer.
Melengkapi pernyataan Mathhew, hasil survei Reuters Institute for the Study of Journalism seperti dikutip dari DW mengungkapkan, 55 persen pengguna TikTok, dan 52 persen pengguna Instagram mendapatkan berita dari para influencer dan selebritas. Hanya sekitar 33 sampai 42 persen yang mendapatkan berita dari akun media arus utama maupun wartawan di dua platform tersebut.
Peralihan Wartawan
Menyusul popularitas media sosial dan influencer sebagai sumber berita mayoritas masyarakat digital, fenomena journalist-fluencer pun muncul. Di sini, wartawan mulai menjadi semacam influencer tetapi dengan dasar ilmu jurnalistik yang jelas.
Mathhew menjelaskan, dalam fenomena ini wartawan memanfaatkan pengalaman, keahlian, dan pendapat mereka yang terpercaya untuk membuat konten di seluruh platform media sosial, dengan nuansa editorial yang jauh berbeda dari influencer pada umumnya. Perbedaan inilah yang membuat mereka sangat dapat dipercaya. “Para wartawan menemukan tempat baru untuk menyalurkan bakatnya,” kata Mathhew.
Guna merespons fenomena itu, lanjut Mathhew, pemilik media dan pemimpin agensi perlu menyesuaikan pola pikir, agar potensi yang dimiliki journalist-fluencer juga dapat bermanfaat bagi keberlangsungan bisnis. “Lembaga yang berpikiran maju akan mulai mengorganisir tim berdasarkan talenta yang ada,” pungkasnya. (dlw)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2