Menurut Patrice Smith, Dosen Departemen Jurnalistik dan Public Relations di California State University, ada lima strategi yang bisa diterapkan untuk memerangi misinformasi. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Di era digital seperti sekarang, arus informasi yang tidak terkendali telah menyuburkan praktik penyebaran kabar tidak benar atau misinformasi. Bagi sebuah organisasi, kondisi ini merupakan ancaman tersendiri. Sebab, misinformasi yang berkembang dan tidak ditangani dengan tepat dapat merusak citra maupun reputasi.
Adapun pencegahan misinformasi terkait organisasi umumnya berada di bawah kendali public relations (PR). Menurut Patrice Smith, Dosen Departemen Jurnalistik dan Public Relations di California State University, terdapat lima strategi yang bisa diterapkan untuk menghindari misinformasi. Melansir prdaily.com, berikut uraiannya.
1. Pesan Internal yang Jelas
Pastikan pesan yang ingin disampaikan kepada publik dipahami dengan baik oleh seluruh internal organisasi. Sediakan dokumen panduan pesan agar semua orang bisa mengomunikasikan pesan secara konsisten. Hal ini guna memastikan tidak ada ruang untuk misinformasi berkembang.
2. Cek Fakta dan Sumber
Riset menunjukkan bahwa berita bohong menyebar lebih cepat di media sosial. Oleh karena itu, praktisi PR harus selalu mengecek fakta dan memastikan kredibilitas sumber sebelum menyebarkan informasi.
3. Pelatihan dan Pertemuan Berkala
PR harus rutin mengadakan pelatihan untuk internal organisasi, mencakup literasi media, cara mengenali misinformasi, dan penanganan ancaman baru. Selain itu, organisasi perlu memiliki rencana krisis untuk melindungi reputasi merek.
4. Hindari Pesan yang Dilebih-lebihkan
PR tidak boleh melebih-lebihkan atau mengubah pesan organisasi. Menyebarkan informasi yang salah sama saja mempertaruhkan reputasi organisasi.
5. Perbarui Rencana Krisis dan Latih Karyawan
Menimbang penyebaran misinformasi dapat terjadi dengan sangat cepat, penting untuk memastikan internal organisasi mengetahui ancaman yang mungkin akan dihadapi. Lengkapi hal tersebut dengan pelatihan mengenai protokol penanganan krisis secara efektif.
Sebagian orang berpendapat, fenomena misinformasi dipicu oleh popularitas media social dan perkembangan kecerdasan buatan. Namun, Public Relations Society of America (PRSA) dalam laporan khususnya yang berjudul "Tackling Misinformation: The Communications Industry Unites" menegaskan, misinformasi murni disebabkan oleh manusia, dan akan terus ada meski tanpa teknologi. (jar)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab