Bagi Rekanan Profesor Departemen Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Gregoria Arum Yudarwati, public relations (PR) mempunyai peran krusial dalam komunikasi keberlanjutan perusahaan. Seperti apa?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Komunikasi keberlanjutan menjadi istilah yang sering dikumandangkan belakangan ini. Namun, Rekanan Profesor Departemen Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Gregoria Arum Yudarwati mengingatkan, istilah tersebut punya makna yang lebih dari sekadar penyampaian informasi tentang upaya ramah lingkungan di suatu organisasi.
Menurut Yudarwati, begitu ia karib disapa, komunikasi keberlanjutan lebih merujuk kepada upaya membangun hubungan yang lebih baik antara manusia, lingkungan, dan masyarakat. Dalam paparannya di acara The 1st LSPR Sustainability & Public Relations Summit 2024, Rabu (24/7/2024), ia juga menegaskan bahwa komunikasi keberlanjutan punya peran vital dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs).
Peraih hibah internasional Impact Seed Funding (ISF) dari Southeast Asia Journalist-Scientist Hub The Pulitzer Center itu menjelaskan, istilah komunikasi keberlanjutan yang mulai populer circa 2011, punya perbedaan cakupan dengan komunikasi CSR yang sebelumnya jamak digunakan. “Bukan hanya mengomunikasikan hal yang telah dilakukan organisasi, melainkan juga tentang pelibatan masyarakat dan upaya menciptakan perubahan bersama-sama,” paparnya.
Tiga Aspek Komunikasi Keberlanjutan
Perempuan yang juga menjabat Senior Expert Communication Kiroyan Partners itu melanjutkan, terdapat sekurangnya tiga aspek wajib dalam komunikasi keberlanjutan. Pertama, komunikasi lingkungan, yang menyoal dampak operasional organisasi terhadap lingkungan.
Kedua, komunikasi risiko. Misalnya, mengomunikasikan harga tiket pesawat dengan emisi karbon rendah yang relatif lebih mahal secara harga, tetapi murah jika dilihat dari perspektif risiko lingkungan. Ketiga, komunikasi ilmiah untuk menjelaskan istilah teknis menjadi lebih populis.
Ketiga aspek tersebut, kata Yudarwati, menegaskan pentingnya peran public relations (PR) dalam komunikasi keberlanjutan. Meski aspek-aspek di atas dapat dipenuhi bermodalkan pembelajaran, tetapi ia menilai PR memiliki kemampuan melihat ke depan (visioner), membangun relasi, dan mengukur dampak komunikasi secara kualitatif.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, PR juga dapat dituntut untuk melakukan pengukuran dan melihat pengaruh secara kualitatif, misalnya dengan menggunakan model analisis konten untuk mengetahui sentimen publik terkait keberlanjutan. “PR juga harus memiliki perspektif yang berorientasi pada organisasi, mendukung reputasi dan citra, serta mengukur kualitas relasi dengan stakeholders,” imbuhnya.
Terakhir, menurut Yudarwati, PR dalam konteks komunikasi keberlanjutan harus memiliki pendekatan instrumental dan dialogik. “Ketika membangun program, pastikan telah mencerminkan pemahaman lingkungan dan melibatkan masyarakat,” pungkasnya. (jar)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab