Riset Hakuhodo Ungkap 3 Tipe Konsumen Berdasarkan Perspektif Terhadap Boikot

PRINDONESIA.CO | Jumat, 23/08/2024 | 1.458
General Manager H-Three Hakuhodo International Indonesia Shafiq Muljanto, dalam acara APPRI Connect yang berlangsung daring, Kamis (15/8/2024)
Aliyah/HUMAS INDONESIA via Tangkapan layar/Zoom

General Manager H-Three Hakuhodo International Indonesia Shafiq Muljanto menjelaskan, konsumen dapat diklasifikasikan berdasarkan perilaku boikotnya. Apa saja?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO — Konflik Palestina-Israel yang kian memanas membuat gerakan boikot terhadap sejumlah brand semakin gencar. Dalam konteks ini, General Manager H-Three Hakuhodo International Indonesia Shafiq Muljanto menjelaskan, terdapat empat tipe orang yang melakukan boikot produk berdasarkan hasil riset Hakuhodo tahun 2023 lalu.

Ia menjelaskan, riset trend driver bertemakan “The Domino Effect of Boycott” tersebut dilakukan dengan melibatkan 100 orang konsumen Indonesia di rentang usia 25-60 tahun. “Kami membagi konsumen Indonesia untuk produk boikot itu ada empat jenis,” ujarnya dalam acara APPRI Connect yang berlangsung daring, Kamis (15/8/2024).

Adapun tipe pertama ialah hardcore. Shafiq menjelaskan, tipe ini merupakan pemboikot garis keras yang benar-benar melakukan aksi secara total. Jumlah tipe ini sekitar 42,1 persen. Selanjutnya adalah tipe partially boycotting yang berjumlah 49,1, dan terbagi menjadi tipe swing (32,2 persen) serta pragmatic (17,7 persen). “Swing merupakan tipe yang melakukan boikot karena tekanan sosial. Sementara, pragmatic merupakan pemboikot yang melakukan aksi berdasarkan pertimbangan rasional,” paparnya.

Terakhir, tipe non-boycotters alias konsumen yang tidak melakukan boikot. Berdasarkan riset, kata Shafiq, ada 9,1 persen konsumen yang netral dan memiliki perspektif lain sehingga tidak melakukan boikot. ‘’Setelah responden diberikan pertanyaan, apakah setelah konflik Palestina-Israel berakhir mereka akan kembali menggunakan brand tertentu, ternyata hanya 25 persen saja yang menyatakan dirinya hardcore, sisanya menyatakan masih ada kemungkinan untuk kembali menggunakan brand tersebut,’’ imbuhnya.

Gen Alpha dan Gen Z

Berangkat dari pemetaan tipe konsumen dalam melakukan boikot, Shafiq menekankan penting bagi brand untuk berfokus kepada konsumen tipe hardcore yang berasal dari kalangan Gen Alpha dan Gen Z. Menurutnya, komunikasi terhadap kelompok ini harus dilakukan secara bijaksana, mengingat mereka adalah market share untuk generasi selanjutnya.

Salah satu peluang yang bisa digencarkan, kata Shafiq merujuk hasil riset Hakuhodo lainnya terkait “Sustainability as A New Way of Life”, adalah antusiasme kaum muda terhadap gaya hidup hijau, dan kecenderungan mereka dalam menggunakan produk dari brand yang menerapkan prinsip berkelanjutan. ‘’Dalam konteks ini kita harus bisa membaca peluang, membuat strategi kampanye yang relevan, agar mampu membalikkan keadaan untuk mendapatkan kembali trust dari anak-anak muda,’’ pungkasnya. (Aly)