Dalam menjalankan komunikasi internal, praktisi public relations (PR) sering harus menyajikan wawasan berbasis data kepada pimpinan organisasi. Namun, hal ini tidak bisa dibilang gampang untuk dilakukan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Ketika berhadapan dengan data, hal utama yang harus dipastikan seorang praktisi public relations (PR) adalah bagaimana data tersebut dapat membantu mengidentifikasi masalah, menemukan peluang, hingga membentuk strategi untuk menyampaikan pesan yang tepat kepada orang yang tepat di waktu yang tepat.
Setelah memastikan aspek-aspek di atas, hal berikutnya yang tak kalah penting, kata founder sekaligus Managing Director PoliteMail Software Michael DesRochers di laman PR Daily, adalah menyajikan wawasan tersebut secara persuasif kepada pimpinan (manajemen), agar mereka mengambil tindakan tertentu. Dalam hal ini, praktisi PR harus bisa melakukan pendekatan khusus, termasuk mengadopsi bahasa mereka dan berbicara dengan cara yang sesuai.
Selain itu, pria yang berpengalaman 15 tahun sebagai CEO di sebuah agensi komunikasi itu menjelaskan, praktisi PR juga perlu memetakan bagaimana data yang disoroti terkait dengan hasil bisnis yang menjadi perhatian pimpinan. Dalam konteks ini, katanya, praktisi PR harus “melampaui” para pimpinan, dan membangun strategi yang selaras dengan tujuan bisnis. “Tingkat keterlibatan email, meski memiliki nilai dalam komunikasi internal, tidak akan berarti bagi pimpinan yang berfokus mendorong pertumbuhan perusahaan,” ujarnya mencontohkan.
Sebagai gantinya, papar Michael, jika pihak manajemen tengah berupaya memangkas biaya operasional, praktisi PR dapat menawarkan sudut pandang tentang kolerasi strategi komunikasi internal yang transparan, dengan peningkatan retensi staf yang menghemat uang perusahaan untuk perekrutan dan pelatihan karyawan baru.
Lebih Banyak Tidak Berarti Lebih Baik
Lebih lanjut Michael menyarankan, dalam menyajikan wawasan berbasis data kepada pimpinan, praktisi PR harus bisa menampilkan temuan yang relevan. Dalam hal ini, katanya, presentasi harus dilakukan dengan merujuk kepada tiga struktur dasar meliputi latar, konflik, dan resolusi. “Pertama jelaskan konteksnya. Kemudian gambarkan masalahnya. Setelah itu tawarkan solusi berdasarkan analisis data yang lebih dari sekadar pendapat,” ujarnya.
Sebagai tambahan, kata Michael, jangan batasi presentasi hanya pada bukti empiris. Sebaiknya, elaborasi data dengan kutipan menarik dari penulis atau tokoh terkenal. Selain itu, bisa pula sisipkan anekdot pribadi untuk menghadirkan sisi manusia. “Praktisi PR yang hanya bisa mengekstrak wawasan dari data mentah tanpa kemampuan menyampaikan kepada pimpinan, hanya akan frustasi karena merasa tidak ada yang tertarik untuk mengetahui pengetahuannya,” pungkasnya. (lth)
- BERITA TERKAIT
- 3 Prioritas Anjari Umarjinto yang Kembali Terpilih Sebagai Ketum PERHUMASRI
- APPRI Luncurkan Buku PR di Indonesia Dari Masa ke Masa
- Momen Pilkada, Ini 4 Alasan Unit PR Butuh Strategi Komunikasi Khusus
- Refleksi Satu Dekade Komunikasi Jokowi dari Para Pakar
- Panduan Praktis Memulai Kerja Sama dengan “Influencer”