2024 dan Seperempat Abad Public Affairs Indonesia: Tinjauan dan Arah Baru

PRINDONESIA.CO | Selasa, 28/01/2025
Presiden Prabowo Subianto menerima Sekjen OECD Mathias Cormann, untuk membahas perkembangan ekonomi Indonesia serta proses aksesi Indonesia ke OECD, Kamis (28_11_2024)
BPMI Setpres_Rusman

Dalam mengkaji dan mengadu gagasan, terkadang diperlukan pembentukan aliansi atau koalisi antar beberapa pihak untuk melakukan advokasi. Inilah perbedaan utama antara lobbying dan public affairs.

Oleh; Noke Kiroyan,  Chairman & Chief Consultant KIROYAN Partner

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Public Affairs adalah fungsi korporat yang menangani faktor-faktor non pasar—sosial, politik dan budaya— yang melingkupi suatu korporasi atau organisasi dan memengaruhi interaksinya dengan para pemangku kepentingan. Dari perspektif ini, tahun 2024 yang akan segera berakhir menjadi tahun yang sangat dinamis, dipenuhi berbagai aktivitas politik dan sosial terkait pemilihan umum di tingkat nasional dan regional dan segala dinamika yang menyertainya.

Secara konkret, praktik public affairs mencakup berbagai hal, mulai dari pemantauan kerangka hukum dan perundang-undangan yang memengaruhi operasional perusahaan. Perusahaan, terutama yang berskala besar, harus memahami pergerakan politik di tingkat nasional maupun lokal, karena setiap perubahan kebijakan dapat berdampak langsung terhadap jalannya bisnis. Dalam ekonomi modern, regulatory framework ini sangat dinamis. Adakalanya perusahaan perlu melakukan advokasi untuk menyelaraskan operasi, meluruskan persepsi, atau menggerakkan perubahan.

Dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas, salah satu kegiatan utama yang dilakukan sebelum melakukan aksi adalah stakeholder management, yang dimulai dengan identifikasi pemangku kepentingan untuk melakukan engagement yang terarah. Kesalahan dalam mengidentifikasi atau menilai pemangku kepentingan bisa berisiko buruk bagi operasional perusahaan, atau bahkan reputasinya, dengan dampak jangka panjang