HOME »

Konten Digital, Nyeleneh tapi Relevan

PRINDONESIA.CO | Rabu, 18/07/2018 | 1.194
Konten harus relevan dengan audiens.
Ratna/PR Indonesia
Membungkus informasi menjadi pesan media sosial yang dikemas menarik dan mudah dikonsumsi adalah makanan sehari-hari praktisi public relations (PR) “zaman now”.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Fakta masyarakat makin harus akan informasi setiap hari, memaksa PR untuk selalu memutar otak agar dapat menghasilkan konten-konten kreatif yang bisa diterima publik dengan baik. Momentum ini sekaligus peluang yang dapat dimanfaatkan oleh PR untuk membangun brand dan trust. Pengalaman inilah yang dirasakan Rezha S Amran, Head of Digital (Electronic) Publication Sub-division Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam agenda bulanan yang rutin diadakan oleh PR INDONESIA PR Meet Up di Jakarta, Jumat (6/7/2018).

Dalam acara “PR Meet Up #16: Memanfaatkan Konten Kreatif Digital untuk Kampanye PR” tersebut, ia membeberkan perjalanan panjang Humas Kemenkeu dalam membangun aset digital. Setidaknya, perlu waktu sekitar enam tahun hingga Kemenkeu fasih “bermain” di ranah media sosial.

Berawal dari pemanfaatan media sosial di tahun 2012 yang tadinya hanya sekadar mengarahkan audiens untuk mampir ke laman resmi hingga akhirnya wajah Kemenkeu hadir di hampir semua lini media sosial dengan beragam konten kreatif setiap hari. Saat ini, banyak pihak yang mengakui pengelolaan media sosial kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani, perempuan yang paling berpengaruh peringkat ke-23 di dunia itu, dianggap paling unggul di antara kementerian/lembaga lainnya.

Adapun strategi perencanaan strategis dalam mengola media sosial dilakukan secara bertahap. Mulai dari menetapkan goals, mengenali audiens, hingga menyusun langkah untuk branding. “Ada beberapa pilihan goals yang ingin kita tuju di ranah digital. Antara lain, apakah hanya ingin awareness, atau information selfishness,” kata Rezha seraya menekankan dalam membuat konten harus memiliki relevansi dengan audiens. Pada akhirnya, target itu dikembalikan kepada tujuan besar/awal institusi. Yakni, to build public trust and educate people.

Untuk menggiring atensi warganet terhadap konten yang dibuat, Rezha tak lupa memberi tips. “Kontennya nyeleneh, tapi tetap mengandung informasi, edukasi. Kita juga harus mampu membaca dan memilih ombak yang seadng riuh dibicarakan publik. Tapi, sekali lagi, harus relevan,” ujarnya.

 

Tentukan Audiens

Strategi yang sama ternyata juga diterapkan oleh Nutrifood. Perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman kesehatan ini membagi target audiensnya ke dalam dua kelompok. Yaitu, kategori reputasi korporasi dan marketing brand produk.

Menurut PR, Event and Sustainable Development Manager PT Nutrifood Indonesia Arninta Puspitasari, target komunikasi untuk reputasi korporasi meliputi para pekerja, mahasiswa dan generasi millennial. Sementara untuk brand, disesuaikan dengan karakter brand masing-masing. 

Perempuan yang telah berkecimpung di dunia PR selama lebih dari sepuluh ini membaca peluang branding reputasi korporasi dengan cara membuat konten kreatif dalam bentuk profil perusahaan. Profil perusahaan itu kemudian disuarakan video blogger (vlogger) yang memiliki banyak pengikut dengan konsep aktivitas kunjungan ke kantor Nutrifood.  Hasilnya, video berduasi 16 menit itu berhasil mencuri perhatian 800 ribu penonton YouTube. Di samping itu, Arnita melanjutkan, PR harus bisa memilih media yang tepat untuk memperkenalkan brand kepada audiens. “Pemilihan channel, konten yang mampu membangun engagement,  juga menentukan,” imbuh ibu dua anak ini.

Sementara bagi founder Media Buffet PR Bima Marzuki, ukuran keberhasilan suatu kampanye media sosial tidak mesti dilihat dari banyaknya like, share, repost, atau retweet. Lebih dari itu, diukur dari seberapa besar kampanye tersebut mampu menggerakkan, bahkan mengubah perilaku audiens. Contoh, tanda pagar #byebyeplasticbag yang diinisiasi oleh dua orang anak remaja di Bali sukses menggerakkan banyak orang di 12 negara. (ais)

 

 


  • BERITA TERKAIT