Widyawati, Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, tampak tak enak hati. Guratan lelah yang begitu kentara dari mata dan wajahnya membuat fotografer meminta agar sesi pemotretan dijadwal ulang.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Ya, siang itu, di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Selasa (2/4/2019), demi menepati janjinya kepada PR INDONESIA, perempuan berdarah Solo-Jogja ini memilih pulang lebih awal dari kunjungan kerjanya di Bali. Setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, ia hanya mampir sebentar ke rumah untuk berganti pakaian, lalu bergegas menuju kantor. Wiwid, begitu ia karib disapa memang kurang tidur dan beberapa kali mengaku, “Mataku pedes,” katanya dengan logat Jawa-nya yang kental.
Meski lelah, perbincangan selama lebih dari satu jam ternyata begitu menyenangkan dan kerap diselingi tawa. Siapa yang menduga, perempuan berwajah ayu yang merupakan dokter gigi ini memiliki jiwa seni tinggi dan kepribadian yang luwes. Karakternya ini sudah pasti memberi angin segar bagi aktivitas Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes. Kepada Ratna Kartika dan Dwi Siti Romdhoni dari PR INDONESIA, perempuan yang saat remaja pernah menjadi gadis sampul ini mengungkap gagasan dan harapannya kepada para prajurit humas kesehatan. Berikut kutipannya.
Seperti apa dinamika praktisi PR yang bergerak di humas kementerian seperti Kemenkes?
Public relations (PR) atau humas ini kan terkait dengan Ilmu Komunikasi. Nah ilmu ini gerakan dan perubahannya cepat sekali. Kita yang berkecimpung di dalamnya mesti mengikuti pergerakan itu.
Apalagi PR di Kemenkes ini erat kaitannya dengan hajat hidup orang banyak. Potensial terjadi isu, hoaks, berita palsu, krisis tentang kesehatan juga sangat mungkin terjadi. Untuk itu, kami harus memiliki jiwa seni dalam hal mengelola krisis. Tujuannya agar kami tidak panik dan dapat menyampaikan informasi kepada publik dengan tenang dan cara yang tepat.
Bagaimana Anda mendorong tim agar memiliki jiwa seni mengelola komunikasi, terlebih saat krisis?
Saya akui memang Aparatur Sipil Negara (ASN) era dulu beda sekali dengan zaman sekarang. Sekarang, tidak ada kata “nanti dulu”. Kita harus bergerak cepat dan dituntut untuk terus belajar. Cara mengatasinya, kami rangkul generasi millennial. Sebab, adakalanya kami punya ide, tapi mereka yang memiliki kemampuan dan cepat dalam hal eksekusi.
Meski begitu, saya selalu minta kepada seluruh tim untuk segera menyelesaikan semua tugas, bergerak maju, baca buku, dan belajar hal baru. Selain itu, kami juga belajar dari kementerian atau insitusi lain sebagai benchmark.
Apa isu krusial di Kemenkes saat ini?
Saat Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas), kami menetapkan lima program prioritas Kemenkes sepanjang tahun ini. Antara lain, stunting, peningkatan cakupan imunisasi, TBC, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatal, serta Penyakit Tidak Menular (PTM). Pertemuan antara pusat dengan daerah itu juga sekaligus bertujuan untuk mewujudkan kolaborasi.
Sebagai upaya percepatan, Ibu Menteri Nila Moeloek lantas meminta kami untuk melakukan pertemuan lanjutan dengan mengadakan raker di setiap daerah, 34 provinsi, atau yang dinamakan Raker Kerja Daerah (Rakerda) Kesehatan.
Peran kami di sini memberikan informasi dan berita yang benar untuk kemudian disebarkan ke seluruh kanal komunikasi yang kami miliki. Apalagi isu ini sangat dekat dengan masyarakat dan potensial krisis komunikasinya juga cukup besar. Oleh karenanya, pesan yang kami sampaikan pun harus dikemas dengan tepat.
Seperti apa latar belakang karier Anda?
Karier saya berawal dari Puskesmas sebagai dokter gigi di Karawang, Jawa Barat. Di sana saya juga sempat mendapat amanah sebagai kepala puksesmas. Setelah enam tahun mengabdi, sekitar tahun 2000-an, saya pindah ke Kemenkes sebagai staf Promosi Kesehatan. Saya ditempatkan di bagian Kemitraan yang bertugas menjalin hubungan eksternal. Tugasnya, turun ke akar rumput mulai dari menyosialisasikan pola hidup sehat kepada ibu-ibu PKK sampai menjalin kemitraan dengan perusahaan untuk mendukung aktivitas tanggung jawab sosial mereka agar sejalan dengan program pemerintah.
Saya tidak menemukan kendala berarti selama dua tahun di bagian tersebut. Bisa jadi karena kebiasaan menjalin hubungan, khususnya dengan masyarakat, sudah dilakukan sejak saya masih bekerja di Puskesmas. Setiap selesai menunaikan tugas, saya selalu menyempatkan waktu untuk turun ke lapangan sekadar mengobrol dan memahami wilayah kerja.
Setelah itu saya ditugaskan di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang salah satu tugasnya adalah membuat surat tanda registrasi untuk para dokter. Awalnya, saya ditempatkan di bagian Dokter Spesialis. Tapi dipindahkan ke bagian humas setelah saya bersedia menerima tantangan dari atasan untuk meningkatkan awareness tentang KKI “Ini lho KKI” dalam kurun waktu tiga bulan. Nah, dari sinilah saya mulai belajar tentang kehumasan.
Saat menjadi Kabirokom Yanmas, apa yang menjadi perhatian utama Anda?
Membangun kekompakan tim. Karena saya melihat Biro ini sudah hebat, saya tinggal meneruskan program-program yang telah dilakukan para pendahulu serta mengisi celah yang belum terisi. Soal birokrasi juga sudah bukan menjadi isu karena di Kemenkes birokrasinya sudah dipercepat.
Maka yang terpenting adalah bagaimana caranya kami memiliki tim yang solid. Apalagi kami memiliki tim dengan rentang usia beragam. Isu lainnya, kami memerlukan tim yang pandai menangkap situasi, menuangkan ide dan merealisasikannya karena saya selalu membebaskan mereka untuk berkarya. Serta, mampu bergerak cepat. Kita tak bisa memungkiri saat ini ada gap antara produk lama dengan era teknologi yang canggih dan cepat, sementara kemampuan beradaptasi kalah cepat.
Bagaimana caranya?
Saya harus memastikan bahwa mereka tahu saya sayang kepada mereka. Saya mencoba mengalirkan rasa sayang dan empati saya dengan memosisikan diri sebagai ibu dan teman bagi mereka. Tidak hanya ada pada saat butuh. Lebih dari itu hargai sekecil apapun upaya yang sudah mereka buat. Sentuhan ringan dan tulus justru lebih membekas. Tim akan jauh lebih loyal kepada atasan. Dengan begitu, saya percaya segala tantangan akan dilalui lebih mudah. Karena semua produk yang kita hasilkan pada prinsipnya adalah hasil kerja bersama, bukan individu. Meski begitu, bukan berarti saya tidak bisa bersikap tegas. Apalagi kalau pekerjaan yang sudah ditunggu tidak kunjung selesai.
Selama menjadi Kabirokom Yanmas, tantangan terberat apa yang pernah Anda hadapi?
Dunia kesehatan itu rentan krisis, ya. Terakhir soal imunisasi. Jadi menurut saya, yang terpenting itu adalah bagaimana kita mengelola dan menyikapi krisis agar aktivitas Kemenkes dapat berjalan dan terjaga dengan baik.
Tugas kami kan menjaga reputasi dan trust kementerian serta menteri. Ketika ada isu, maka kita telusuri isu itu untuk kemudian diberitakan kembali dengan informasi yang benar. Contoh, ketika ada hoaks, bagian analisis akan segera melakukan penelusuran. Terkait kebutuhan data, kami bekerja sama dengan Pusat Data dan Informasi Kemenkes. Selanjutnya, kami menyusun talking point, lalu mengolah dan mengemas informasinya untuk kemudian disalurkan ke seluruh kanal informasi yang dimiliki Kemenkes, termasuk media massa.
Kalau isu itu berkaitan dengan satuan kerja, maka kami akan menghubungi satuan kerja terkait untuk mendapatkan informasi yang akurat, detail dan tepat. Itulah sebabnya penting bagi kami untuk selalu merawat, menjaga relasi dan membangun jejaring. Karena merekalah yang akan membantu kita suatu saat nanti. Sampai saat ini hubungan kami dengan tiap unit berjalan dengan baik. Mereka memahami fungsi dan kebutuhan kami, sehingga cepat menanggapi setiap kali kami membutuhkan informasi teknis.
Jadi, langkah taktikal apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan krisis?
Ada tools untuk menentukan sesuatu itu termasuk krisis atau tidak. Untuk itu, bentuk tim untuk menyelesaikan krisis agar krisis dapat dilalui dengan cepat dan dengan penanganan yang tepat. Di sisi lain, kita tidak boleh menghindari media sebab mereka akan mencari kebenaran dari tempat lain yang belum tentu kompeten memberikan keterangan.
Pesan apa yang sering Anda tanamkan kepada tim saat berhadapan dengan krisis?
Telusuri kebenarannya, berikan informasi berdasarkan data dan fakta, lalu olah bersama. Jika isu itu menyangkut teknis, maka olah bersama teknis/unit terkait. Itulah mengapa sedari awal saya mengedepankan pentingnya kekompakan tim.
Apa yang biasanya Anda lakukan di waktu luang?
Merajut dan melakukan decoupage (seni menempel potongan kertas pada permukaan—biasanya tas dan dompet). Saking seringnya, suami saya sampai berpesan, “Bun, celanaku jangan dijadikan bahan buat bikin decoupage, ya. Nanti, motifnya jadi bunga-bunga.” Ha-ha!
Wah, Anda memiliki tangan yang terampil, ya?
Bahkan kalau sedang dalam kondisi stres tingkat tinggi, saya melakukan sulaman kristik di kain strimin. Kalau sudah begitu, saya akan menjadi sangat serius dan tidak bisa diajak ngobrol.
Kami dengar Anda adalah dubber?
Sejak kuliah saya aktif sebagai penyiar radio dan MC. Supaya tetap berada di depan mic sekaligus obat pelipur kangen, sampai sekarang saya masih aktif sebagai dubber untuk iklan-iklan di radio.
Apa mimpi yang ingin dicapai?
Saya ingin selalu berbagi hati dan ilmu yang saya miliki kepada mereka yang membutuhkan. Saya juga ingin lebih banyak belajar lagi untuk bisa menjadi ibu yang baik buat anak-anak di rumah maupun di Birokom Yanmas Kemenkes, istri dan Tibun (panggilan sayang dari cucunya) yang baik untuk cucu-cucuku. Kalau memberikan yang terbaik untuk pekerjaan sudah kewajiban, tapi kalau untuk keluarga itu luar biasa. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Budi Rahardjo, Kementerian Perhubungan: Berani Mengambil Inisiatif
- Agdya P.P Yogandari, Corporate Secretary VP PT Pelita Air: Dedikasi Tanpa Batas
- Haviez Gautama, Harita Nickel: Komunikasi itu Menenangkan
- Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota Semarang: Mewujudkan Semarang Makin Kompak dan Hebat
- Eviyanti Rofraida, Senior Manager External Communication & Stakeholder Relations PT Pertamina Hulu Energi: Berlayar Bersama Ombak