Upaya Perpusnas menumbuhkan minat membaca buku di tengah banyaknya disrupsi terasa kian berat. Untuk mendorong upaya itu, mereka memilih untuk bernarasi lewat buku.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Survei Program for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015 menunjukkan tingkat literasi Indonesia berada di urutan 62 dari 70 negara yang disurvei.
Hasil tak kalah mengenaskan diperoleh dari survei Nielsen yang dirilis Oktober 2016. Survei ini menunjukkan rendahnya daya tahan membaca masyarakat Indonesia. Nielsen menemukan bahwa anak (usia 10-14 tahun) dan remaja Indonesia (umur 15-19) lebih gemar mengakses internet ketimbang membaca buku. Lebih tepatnya, persentase anak yang membaca buku hanya 11 %, remaja 10 %, sedangkan dewasa hanya 4 %.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi Perpustakaan Nasional RI. Terutama punggawa humasnya untuk meningkatkan budaya membaca. “Budaya membaca digerogoti oleh peradaban,” begitu kata Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo saat meresmikan peluncuran Buku Perpustakaan Nasional RI: Ikon Peradaban dan Ilmu Pengetahuan di Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Tantangan ini hanya bisa dijawab dengan kreativitas. Mulai dari senantiasa melakukan transformasi layanan yang memudahkan masyarakat untuk membaca hingga kreatif dalam mengemas konten agar buku senantiasa diminati, khususnya oleh generasi milenial. Di sinilah peran humas. “Bagi humas, fakta tersebut seharusnya bisa menjadi nilai berita,” katanya.
Humas harus mampu membuat narasi yang kuat agar harga diri institusi seperti Perpusnas bernilai tinggi di mata publik. Upaya itu bisa dilakukan dengan gencar menyampaikan pesan yang memuat implikasi positif dari keberadaan Perpusnas. Salah satunya, bernarasi melalui buku.
Untuk itu, Widodo mengapresiasi langkah yang ditempuh Perpusnas yang sore itu meluncurkan buku. Menurutnya, buku yang ditulis oleh Maya Fransiska ini adalah salah satu media komunikasi dan sosialisasi yang efektif. Dengan bernarasi melalui buku, Perpusnas dapat leluasa bercerita tentang peran strategis Perpusnas dalam meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. Buku ini juga memuat transformasi yang sudah dilakukan Perpusnas selama ini untuk memberikan layanan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman.
Bagi Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando, keberadaan buku ini bertujuan untuk mengembalikan titah perpustakaan sebagai sumber informasi. “Sebagai sumber informasi, maka dia (perpustakaan) harus mampu mengumpulkan data dan fakta yang ada, menciptakan peradaban bukan hanya menjaga, mentransfer pengetahuan, bukan hanya mengelola dan mengeoleksi pengetahuan,” tutupnya. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Hasan Nasbi Resmi Melantik Jajaran Kantor Komunikasi Kepresidenan
- Menkomdigi Akan Soroti Peran Komunikasi Digital untuk Citra Bangsa di WPRF 2024
- Raih Penghargaan Golden World Award 2024, LMAN Akan Tingkatkan Inovasi
- Presiden Prabowo Imbau Kabinet Merah Putih Agar Aktif dan Terbuka Berkomunikasi
- Konstruksi Indonesia 2024: Upaya Kementerian PU Tingkatkan Daya Saing