Panduan Menjadi PR untuk “Startup”

PRINDONESIA.CO | Kamis, 12/03/2020 | 1.953
Temukan pembeda atau nilai tambah perusahaan, lalu kemas dalam cerita.
Ratna/PR Indonesia

Kendala yang umumnya dijumpai oleh pelaku public relations (PR) yang bergerak di  perusahaan rintisan atau startup ada dua. Pertama, harus mulai dari mana. Kedua, tidak bisa menemukan ‘pembeda’ antara perusahaannya dengan perusahaan serupa.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Padahal, kata Senior Manager Precious Commuinications Panji Pratama, perusahaan akan mengalami kesulitan yang tidak berujung. Terutama, kesulitan membangun awareness dan reputasi brand, apabila tidak memiliki value proposition.

Menurut pria yang ditemui usai mengisi acara “Colearn PR 101 Storytelling for Business” di Jakarta, Senin (24/2/2020), PR baru bisa menemukan pembeda itu jika ditempatkan dalam posisi strategis. “PR harus dilibatkan sedari awal dalam setiap proses usaha hingga pembuatan ide. Mereka harus duduk dalam forum yang sama dengan para pembuat keputusan atau C level,” katanya. “Sebab, PR bertugas memberi gambaran visi perusahaan. Ketika, CEO bicara soal ekspansi, PR juga harus tahu seperti apa ekspansi untuk komunikasinya ke depan,” imbuh Panji.  

Lantas mulainya dari mana? Panji mengupasnya tuntas di hadapan peserta yang umumnya merupakan PR dari perusahaan startup itu. Pertama, ketahui siapa dan ada di mana audiens kita. Tujuannya agar pesan yang mau disampainnya jelas dan relevan kepada target yang disasar. 

Kedua, start  small, aim big. “Mulai saja dari hal yang kecil. Tidak perlu harus selalu ada di media. Yang penting PR tahu cerita atau storytelling-nya tentang apa dan mau dibawa ke mana,” katanya. Untuk itu, PR harus tahu nilai lebih dan keunikan yang dimiliki perusahaannya. Ketika nilai lebih itu dikemas ke dalam cerita yang menarik dan berkelanjutan, publik akan mudah ingat. Puncaknya, sampai pada tahap beli dan bela. Maksudnya, audiens terdorong untuk membeli, bahkan melakukan pembelaan terhadap brand.

Ketiga, punya perencanaan. Rencana baru bisa disusun dan dieksekusi apabila PR tahu objektif komunikasi dan perusahaan. “Prosesnya pasti trial and error. Tidak apa-apa. Lakukan evaluasi, lekas move on—ganti strategi, lalu eksekusi,” katanya.  

 

Tetaplah Humanis

 Kepada PR startup ia berpesan agar jangan fokus hanya membuat rilis. Sebab, rilis itu hanya satu elemen dari sekian banyak format yang bisa dilakukan PR untuk melakukan komunikasi yang efektif. Sebut saja, konferensi pers, studi kasus, mengunggah artikel di blog, membuat opini, video, review program, background talk, advertorial, dan masih banyak lagi. 

Panji juga mengimbau agar PR jangan terlalu terpaku pada aset-aset digital. Apalagi setiap media sosial memiliki algoritma masing-masing dan kerap berubah. “Brand kita akan tumbuh secara organik apabila didukung oleh storytelling yang bagus,” ujarnya.

Selain itu, be profitable and human. “Bisnis memang harus tumbuh dan tetap memiliki untuk secara jangka panjang, tapi tetap harus memiliki sisi cerita yang humanis,” katanya seraya memberi contoh cerita humanis seperti Apple yang dimulai dari garasi, atau Facebook yang lahir dari dua mahasiswa yang tidak lulus kuliah (drop out).

 

Tak lupa, katanya, pastikan karyawan mengantongi buku petunjuk sederhana. Di dalamnya memuat latar belakang perusahaan, lembar fakta produk, biografi singkat founders dan para eksekutif. “Sebab, seluruh karyawan itu PR bagi perusahaan,” imbuhnya seraya menambahkan agar PR selalu mengetahui informasi terkini tentang kompetitornya. Cara ini efektif untuk mendorong lahirnya ide dan peluang baru. (rtn)