Perusahaan decacorn, Gojek, memiliki resep khusus agar tetap relevan dan positif di tengah krisis berkepanjangan seperti pandemi. Apa itu?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Ada empat cara agar korporasi tetap relevan dan positif dalam berkomunikasi di tengah krisis. Keempatnya itu dikupas tuntas oleh Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek, di web seminar bertajuk “Communication for Crisis” yang diselenggarakan oleh Akademi Berbagi, Kamis (3/9/2020).
Pertama, memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap bisnis dan dampaknya terhadap bisnis dan stakeholder. Menurut Nila, ketika terjadi krisis atau percakapan negatif di media sosial, biasanya kita hanya fokus pada topiknya. Sebaliknya, kita sering kali lupa untuk melihat dan menganalisis keseluruhan situasi. Mulai dari apa pemicunya hingga dampaknya bagi perusahaan dan pemangku kepentingan. “Padahal dengan memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap suatu krisis akan membantu kita dalam menyusun strategi mengelola krisis dengan efektif,” ujarnya.
Kedua, fokus kepada objektif yang didukung dengan narasi yang jelas dan konsisten. “Ketika kita sudah memahami, kita bisa menentukan objektif yang mau dicapai,” katanya. Ia memberi contoh, ketika berhadapan dengan krisis yang berkepanjangan atau sulit hilang dalam waktu cepat seperti pandemi, objektifnya menyampaikan kepada stakeholder bahwa korporasi baik-baik saja dan memastikan semuanya terkendali.
Ketiga, menunjukkan kepedulian dan perspektif yang unik. “Krisis umumnya negatif. Sebagai PR, kita harus bisa meletakkan bisnis sebagai organisasi, perusahaan atau brand di posisi yang jelas,” ujarnya. “Perspektif itu kemudian ditunjukkan dengan adanya kepedulian. Dengan begitu, kita bisa tetap relevan di situasi krisis,” katanya.
Keempat, selalu adaptif dan didukung dengan perencanaan yang matang. “Krisis itu tidak pernah bisa kita duga dan kontrol ke mana larinya. Kuncinya, kita harus adaptif. Agar tidak reaktif, kita harus menavigasi isu dan memiliki perencanaan yang matang,” kata Nila.
Pastikan Efektif
Sementara untuk memastikan narasi yang dibangun efektif saat krisis, Nila juga menekankan kepada empat hal. Pertama, membangun narasi yang selaras dengan misi dan visi perusahaan/brand purpose. Jika tidak begitu, narasinya yang dibangun menjadi tidak otentik. Kedua, narasi yang jelas dan konsisten.
Ketiga, didukung oleh cerita-cerita yang inspiratif dan berdampak. Parameternya, Nila melanjutkan, cerita harus kredibel, relevan dan terukur. “Jika berita kita tidak banyak ditangkap oleh publik, bisa jadi pesan yang kita buat tidak jelas atau tidak mudah dipahami,” ujarnya. Keempat, effective reach and frequency. Maksudnya, pastikan pesannya terdistribusi dan tersampaikan dengan efektif. Untuk itu, PR harus terlebih dulu menentukan audiens yang ingin disasar, memilih kanal komunikasi yang diminati target audiens, waktu serta momentum yang tepat, dan frekuensi penyampaiannya sesering mungkin.
Yang pasti, kata Nila, dalam membungkus narasi, pesan yang dibuat harus mampu menjawab the what dan so what. Contoh, di awal pandemi, Maret 2020, Gojek mengusung narasi “Optimalisasi Teknologi untuk Membantu Pelanggan Beradaptasi di Tengah Pandemi”.
Langkah selanjutnya yang mesti dilakukan adalah melakukan evaluasi dan pengukuran (measurement) baik kuantitatif maupun kualitatif. “Dari sini kita bisa belajar dan mengetahui seberapa efektif pesan dan stretagi komunikasi yang kita lakukan,” tutupnya. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Grup MIND ID Realisasikan Program Peningkatan Kualitas Pendidikan
- Inovasi BIG MIND Hadirkan Dampak Positif Penguatan Kinerja
- Grup MIND ID Hadirkan Masa Depan Pertambangan di D Futuro Futurist Summit 2024
- Kompetisi MediaMIND 2024: Mendukung Hilirisasi Menuju Indonesia Emas 2045
- Kecerdasan Buatan Memungkinkan Penyusunan SR Menjadi Lebih Mudah dan Murah