Pemerintah Pastikan Komunikasi Publik Efektif dan Konsisten

PRINDONESIA.CO | Selasa, 22/09/2020 | 1.207
Kebiajakan yang cepat berubah bukan berarti pemerintah inkonsisten. Tapi, bagian dari adaptasi.
Roni/PR Indonesia

Kebijakan yang berubah dinamis seiring dengan kondisi pandemi yang serba tidak pasti menimbulkan anggapan inkonsistensi dari masyarakat. Padahal berbagai perubahan yang dilakukan adalah bagian dari cara pemerintah mendengar dan beradaptasi.

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Demikianlah yang disampaikan oleh Widodo Muktiyo, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), saat menjadi pembicara di webinar Indonesia Content Marketing Forum (ICMF) 2020 yang diselenggarakan Grid, Rabu (9/9/2020). 

Ia juga memastikan pemerintah meletakkan efektivitas komunikasi publik di urutan tertinggi. Pemerintah meyakini komunikasi publik adalah kunci. Sebab, narasi yang kurang tepat dapat dengan mudah menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

“Satu hal yang pasti dan tidak pernah berubah,” kata Widodo, tegas. “Sejak pertama kali Covid-19 masuk ke tanah air, pemerintah selalu membuat kebijakan berdasarkan dan mengedepankan protokol kesehatan,” ujarnya. Sementara kebijakan yang berkembang selalu mengacu pada pengambilan keputusan berbasis data dan fakta di lapangan.  

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rahayu Puspasari sependapat. “Sebenarnya, bukan pemerintah inkonsisten. Tapi, bagian dari adaptasi,” ujarnya.

Adalah humas yang menjadi garda terdepan menjalankan fungsinya menyusun strategi komunikasi publik membangun narasi di tengah kondisi dan kebijakan pemerintah yang berkembang dinamis. Perannya makin kompleks dengan adanya hoaks, tantangan berkolaborasi antarpemerintah, lintas sektor, bahkan masyarakat. Serta, tuntutan untuk selalu responsif. “Untuk menjawab tantangan ini butuh upaya, kesadaran dan keikhlasan untuk mendengar supaya tidak reaktif,” imbuhnya.

 

“Empowering Ecosystem”

Menurut Puspa, begitu ia karib disapa, tantangan itu sekaligus menunjukkan humas tidak bisa bergerak sendiri. Solusinya, Kemenkeu membangun empowering ecosystem. Mereka merangkul semua audiens untuk menjadi agen komunikasi. Mulai dari internal karyawan, pejabat, termasuk menteri, hingga penerima manfaat dan masyarakat yang selama ini selalu menerima informasi.

“Merekalah yang akan menyampaikan ke khayalak dengan narasi yang sudah kita sepakati bersama-sama untuk menunjukkan pemerintah hadir dan mendengar, dengan bahasa dan gaya penyampaiannya masing-masing,” ujar perempuan yang karib disapa Puspa itu. 

Agar pesan itu sampai hingga ke akar rumput, mereka juga berupaya menyentuh semua kanal komunikasi. Lalu, mengamplifikasi pesan tersebut sesuai karakter kanal yang dituju mulai dari media sosial, YouTube hingga podcast. Termasuk, mengemas pesan yang “ramah” untuk disebarkan melalui grup WhatsApp.

Ya, saat ini satu pesan tidak bisa lagi untuk semua. “Kemasannya harus disesuaikan dengan selera audiens yang mau dituju, menggunakan bahasa dan pemahaman mereka,” ujarnya.  

Terakhir, kata Puspa, melakukan evaluasi atau pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif agar perbaikan senantiasa dilakukan secara terus-menerus. “Sehingga, energi yang kita keluarkan untuk membangun komunikasi publik yang efektif menjadi jauh lebih efisien,” tutupnya. (rtn)