Strategi “Brand” Bertahan di Tengah Pandemi

PRINDONESIA.CO | Rabu, 03/02/2021 | 1.152
Strategi brand bertahan di tengah pandemi
Dok. Istimewa

Pandemi COVID-19 mengubah perilaku konsumen dalam membeli produk. Bagaimana strategi brand agar tetap bertahan?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO Inilah isu yang mengemuka dalam web seminar “Strategi Kreatif Public Relations di Tengah Pandemi” yang digagas STIKOM Interstudi, Selasa (!9/1/2021). Berdasarkan survei Mckinsey pada November 2020, pandemi mengubah perilaku konsumen dalam melakukan pembelian baik dari cara membeli, pertimbangan dalam membeli, maupun barang yang dibeli.

Menyikapi hal tersebut, menurut  founder Risala Branding Aprilina Prastari, salah satu adaptasi yang dapat dilakukan brand adalah melakukan perubahan barang dan jasa dengan menyesuaikan kebutuhan konsumen pada kondisi pandemi. “Hal ini tentu akan berdampak terhadap brand image perusahaan,” ujar April.

Sebelum menentukan strategi, ia melanjutkan, praktisi PR harus menganalisis dua hal. Yakni, apakah krisis terjadi secara global akibat pandemi, atau krisis sudah ada sebelum terjadi pandemi.

Apabila krisis terjadi karena adanya pandemi, praktisi PR bisa menerapkan beberapa strategi. Di antaranya, pertama, melakukan analisis terhadap brand. “Kita bisa melihat apakah value yang ditawarkan masih sesuai dengan kondisi saat pandemi,” ujarnya. Praktisi PR juga harus melihat apakah produk yang ditawarkan brand masih relevan dengan kebutuhan konsumen saat ini.

Kedua, melihat respons pelanggan saat pandemi. “Apa yang bisa ditawarkan brand untuk memenuhi kebutuhan konsumen?” ujarnya seraya bertanya. Ketiga, mengevaluasi kembali apakah brand perlu melakukan repositioning atau mengganti tagline. Tujuannya, menyesuaikan perubahan produk dengan positioning baru.

Untuk mengomunikasikannya, praktisi PR harus mampu memanfaatkan platform digital dan user generated content (UGC). Praktisi PR juga sebaiknya berkolaborasi dengan influencer media sosial yang sesuai dengan brand personality. Serta, menggandeng komunitas online.

Menurut Ketua Umum BPP PERHUMAS Agung Laksamana di masa pandemi, PR dituntut semakin adaptif, kolaboratif, inovatif, kreatif, dan memiliki kompetensi mengemas pesan/informasi ke dalam bentuk storytelling. PR juga harus kolaboratif, memiliki team work dan mengenyampingkan ego sektoral.

Berdasarkan Fase

Sementara PR Moxy Hotel by Marriott International Bandung Cindy Reigen merangkum setidaknya tiga strategi berkomunikasi di masa pandemi. Antara lain, mengetahui permasalahan (pain point) yang dihadapi konsumen, tetap relevan dengan audiens, dan kreatifitas dalam perubahan.

Di masa ini pula, penting bagi PR membagi strategi komunikasi berdasarkan fase. Saat fase penerapan PSBB, misalnya, Moxy mengedepanpan pesan harapan jika suatu saat publik dapat travelling lagi. Adapun saluran komunikasi yang ia pilih dan dinilai cukup efektif dan mampu menjangkau audiens secara luas dan cepat adalah dengan memanfaatkan media sosial. 

Memasuki fase kedua, saat pemerintah membuka izin perjalanan domestik, ia bersama tim memulai membangun kepercayaan dengan staycation domestik dan membuka food and bevareges. Saluran komunikasi, selain menggunakan digital seperti website, media sosial, juga melalui paid media, dan komunikasi anggota.

Di fase ketiga, November 2020 hingga saat ini, Moxy menawarkan kegiatan perjalanan dan eksplorasi. “Untuk menjawab keinginan para pencinta travel yang sudah sangat ingin melakukan perjalanan dan eksplorasi, kami melakukan transformasi interior di sepuluh hotel Marriott Internationals di Asia Pasifik untuk menjadi destinasi favorit wisata turis. Contoh, “Discover Osaka” untuk memberikan pengalaman staycation ala Osaka Jepang. (rvh)