Era digital membutuhkan kejelian dan kearifan praktisi public relations (PR) dalam membangun komunikasi yang lebih presisi, relevan, sekaligus penuh empati kepada publik.
YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO - Berkomunikasi secara empatik menggunakan hati, kini menjadi pilihan strategis dan efektif bagi praktisi PR di era digital. Hal ini agar publik ikut terlibat dalam berkomunikasi. Apalagi jika menyangkut kebijakan. Demikian benang merah pandangan para narasumber diskusi dan workshop "Mengelola Komunikasi Kebijakan di Era Digital", yang diselenggarakan MAW Talk berkolaborasi dengan Bank Indonesia secara hybrid di Yogyakarta dan Zoom, Kamis (24/6/2021).
Acara ini menghadirkan lima narasumber. Mereka adalah Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, Direktur PR2Media Masduki, CEO MAW Talk Asmono Wikan, VP Corporate Communication Gojek Audrey Progastama Petriny, dan Manajer Riset dan Pelatihan PT Indonesia Indikator Nur Imroatus. Lebih dari 100 peserta berlatar belakang praktisi PR, akademisi komunikasi, dan mahasiswa, berpartisipasi aktif melalui platform daring dan offline pada forum ini. Mereka datang dari berbagai kota di Indonesia.
Menurut Erwin Haryono, berkomunikasi di era digital melalui berbagai platform media secara efektif menjadi hal yang sangat penting saat ini. “Kami di Bank Indonesia juga sudah menggunakan beragam platform komunikasi, dengan website sebagai pusat dari seluruh informasi terkait BI,” ujarnya. Menurutnya, strategi berkomunikasi multiplatform itu ditempuh sebagai pilihan yang tepat dalam mengomunikasikan kebijakan kepada publik yang semakin heterogen dan dinamis.
Erwin menegaskan tim komunikasi yang ia pimpin sangat konsen mengelola ekspektasi, literasi, transparansi, dan responsibilitas implementasi komunikasi, dengan berpijak pada pemanfaatan berbagai tools data digital yang sangat terukur. “Melalui data text mining, kami berupaya menyampaikan dan merespons komunikasi kebijakan kepada publik lebih relevan dan terukur,” imbuh bankir yang sangat fasih di bidang data digital ini.
Sementara itu Masduki, Ketua PR2 Media Yogyakarta, menyoroti pentingnya menempatkan kearifan lokal dalam berkomunikasi digital. Dalam pandangnnya, media sosial telah membuat publik menjadi semakin "tidak berjarak" dengan teknologi. "Padahal penting sekali untuk sesekali menarik diri dari kebisingan di media digital. Semacam upaya mendetok tubuh dan pikiran manusia dari keterikatan dengan media digital," ujarnya.
Lebih lanjut, Staf Pengajar di Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, itu mengemukakan pentingnya mempergunakan kearifan lokal dalam berkomunikasi. “Ada banyak contoh pendekatan kearifan lokal dalam berkomunikasi digital justru semakin memperkuat efektivitas komunikasi tersebut,” tuturnya. Ia lalu mencontohkan parade mural para aktivis dan seniman di Yogyakarta beberapa tahun lalu yang viral di dunia maya bertajuk “Jogja Ora Didol” (Yogyakarta Tidak Dijual), untuk merespons situasi Jogja yang semakin “metropolis”.
Investasi Kebaikan
Bagi CEO MAW Talk, Asmono Wikan, kini saatnya praktisi PR tidak sekadar mengejar reputasi. "Melainkan berlomba-lomba membangun kebaikan di tengah publik. Jika kita kerjakan kebaikan-kebaikan, maka reputasi akan terwujud dengan sendirinya. Itulah sejatinya hakikat Beyond Public Relations," tegas penulis buku Public Relations 6.0: Komunikasi, Reputasi, Pandemi" tersebut.
Jauh sebelum reputasi dituai, komunikasi memerlukan data untuk mengolah pesan yang tepat, baik secara teks maupun visual. Itulah pula yang dilakukan oleh Gojek selama ini, sebagai perusahaan rintisan yang kini telah menjelma sebagai salah satu rakasasa e-commerce di Asia Tenggara. Seperti disampaikan Audrey, ada tiga hal penting dari penggunaan data yang dirasakan tim PR Gojek. Pertama, data dipergunakan untuk menginformasikan dan memandu strategi komunikasi. Kedua, data untuk mengukur efektivitas kampanye komunikasi. Dan terakhir, data untuk memperkuat narasi melalui fakta-fakta yang terbukti.
Memungkasi diskusi tersebut, Nur Imroatus tidak memungkiri pentingnya pemakaian data bagi keberhasilan komunikasi di era digital. Namun ia mewanti-wanti agar praktisi PR tetap berhati-hati dalam memanfaatkan data. “Interaksi di ranah digital adalah suatu hal yang potensial sekaligus rentan dikarenakan data yang cepat berubah dan juga akibat dampak era post-truth yang menjadikan kebenaran sulit dipegang,” jelasnya. Oleh sebab itu, sarannya, untuk memonitoring isu dan (pemberitaan) di media yang efektif, seyogianya juga menangani aktor yang terlibat dalam isu yang sedang berkembang tersebut. (asw)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2