Tips Menciptakan Komunikasi Bermakna melalui “Social Listening”

PRINDONESIA.CO | Kamis, 20/10/2022 | 1.675
Social listening dapat menjadi opsi untuk menggali informasi yang lebih spesifik mengenai audiens Anda
Dok. Tirachardz

Dengan metode social listening, praktisi PR dapat mengetahui informasi sosiokultural  yang ada di tengah audiens untuk menyusun program komunikasi yang lebih efektif.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Public relations (PR) menggunakan survei untuk berbagai tujuan. Salah satunya, mendapatkan umpan balik dari publik. Sayangnya, bagi sebagian konsumen, permintaan mengisi survei sering dianggap mengganggu. Terutama, mereka yang tidak memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan pertanyaan yang ada di dalam survei. Selain itu, survei termasuk metode yang membutuhkan waktu untuk dapat merangkum pendapat publik.

Praktisi PR dapat mempertimbangkan opsi lain. Salah satunya, dengan memaksimalkan keberadaan social listening.  Metode ini dapat digunakan untuk melacak platform di media sosial dengan mengumpulkan data percakapan atau topik terkait suatu merek. Kemudian, informasi tersebut dianalisis untuk menemukan adanya peluang.

Menurut Julia Berkers dari Agility PR Solutions, seperti yang dilansir dari PR Daily, Senin (8/8/2022), social listening menawarkan berbagai informasi kepada praktisi PR seperti wawasan secara real-time terkait lanskap sosial dan budaya. Hal ini dapat memudahkan PR untuk menyampaikan  komunikasi selaras dengan sikap, keyakinan, keinginan, dan kebutuhan konsumen.

Selain itu, dengan menggunakan social listening, dapat memudahkan PR untuk mengetahui tren yang sedang berkembang. Di samping mendeteksi perubahan budaya yang tidak kentara. Serta, memahami persepsi publik tentang peristiwa penting yang sedang terjadi. Sehingga, PR dapat menyampaikan komunikasi yang lebih bijaksana dan bermakna. Pada akhirnya, berdampak positif terhadap organisasi atau perusahaan.

 

Jangan Sekadar Mendengarkan

Berkers melanjutkan, publik menyukai konten testimoni mengenai suatu produk. Konten seperti ini dikenal dengan istilah user generated content (UGC). Kondisi ini dapat dibuktikan dengan tingginya perhatian pemirsa terhadap konten video bertema unboxing, mengulas produk, dan lainnya.

Nah, PR dapat memantau UGC ini melalui social listening. Data yang diperoleh dari UGC memungkinkan PR untuk memahami perasaan pelanggan, memperdalam pengetahuan tentang pesaing, hingga menemukan wawasan mengenai produk yang tidak tersedia di media konvensional, seperti televisi dan koran.

Namun, korporasi tidak cukup hanya sekadar mendengarkan. Lebih dari itu, korporasi harus menindaklanjuti hal yang sudah mereka dengar dengan cara berinteraksi pada konten UGC. Interaksi dengan UGC sebagai merek dapat membuat pelanggan merasa dihargai, Bahkan, mampu menciptakan kesan bahwa pendapat mereka berharga bagi korporasi. (zil)