“Say No to AVEs”

PRINDONESIA.CO | Rabu, 16/11/2022 | 1.362
Felicia Nugroho, Direktur Analytics & Insights Maverick Indonesia saat mengisi materi di acara Public Affairs Community, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Dok. PR INDONESIA

Dulu, tingkat keberhasilan kinerja public relations (PR) diukur dari tebal-tipisnya kliping koran. Sekarang, pengukuran dengan cara itu sudah tidak lagi relevan. Mengapa?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Seruan kepada praktisi public relations (PR) di tanah air untuk mengadopsi metode pengukuran AMEC Integrated Evaluation Framework makin ke sini makin kencang. Salah satunya, seperti yang dilakukan oleh Maverick Indonesia.

Bertempat di kantor mereka di Jakarta, Kamis (1/9/2022), konsultan komunikasi itu mengundang perwakilan korporasi dari lintas industri dan rekan media untuk menghadiri Public Affairs Community. Tujuannya, untuk memperkenalkan, mengedukasi, sekaligus memberikan pengetahuan dasar tentang metode pengukuran PR yang diinisiasi oleh organisasi yang bermarkas di Inggris, The International Association for Measurement and Evaluation of Communication (AMEC), pada tahun 2016.      

Di dunia secara global, praktisi PR profesional sudah mulai meninggalkan pengukuran advertising value equivalent (AVE). Hal ini sejalan dengan hasil survei global yang diadakan AMEC tahun 2020, tercatat 84 persen dari responden yang merupakan praktisi komunikasi, tidak lagi menganggap AVE sebagai metrik yang relevan untuk mengukur program PR. 

Menurut Felicia Nugroho, Direktur Analytics & Insights Maverick Indonesia, penyebab pengukuran efektivitas kampanye lewat AVE tidak lagi relevan karena value PR tidak dapat disamakan dengan value iklan.  Pemberitaan di media, berbeda dengan advertorial. Dalam konsep paid, earned, shared, owned (PESO) media, pemberitaan di media termasuk kategori earned, bukan paid. Di samping itu, pengukuran AVE juga hanya fokus pada output yang tidak bisa dibuktikan efektivitasnya. Sedangkan pengukuran PR menggunakan AMEC Integrated Evaluation Framework dapat mengidentifikasi outputs, outcomes, hingga dampak. “Melalui pengukuran tersebut, PR bisa menakar kontribusinya terhadap bisnis perusahaan,” ujarnya.

Dalam pengukuran AMEC, objective komunikasi harus selaras dengan objective organisasi. Tambahan lagi, objective saat ini tidak hanya meliputi specific, measurable, attainable, realistic, time-based (SMART). Tapi, harus memuat unsur ethical dan evaluated sehingga menjadi SMART-ER.

Dilansir dari amecorg.com, unsur SMART-ER ini tak sekadar membantu pencapaian strategi komunikasi, namun juga pertumbuhan perusahaan. CEO Newton Media dan anggota AMEC Magdalena Horanska mengatakan, metode ini dapat meningkatkan standar kinerja komunikasi, sekaligus membantu agensi komunikasi bertumbuh, khususnya di Eropa Tengah dan Eropa Tenggara.

AMEC telah meluncurkan kampanye global “Say No to AVEs” untuk menghapus penggunaan Advertising Value Equivalent (AVEs) dalam pekerjaan PR dan komunikasi. Organisasi ini juga berkomitmen menggagas International Chapter sebagai forum regional dan sarana penyampaian inisiatif AMEC. Beberapa cabangnya antara lain di Asia Pasifik, Amerika Utara dan Eropa, dan di Amerika Latin.

 

Mendukung Perkembangan Bisnis

Untuk dapat memberikan gambaran secara utuh, Felicia memberikan contoh kampanye yang dilakukan Pasar Juwara yang menggunakan pengukuran AMEC. Pasar Juwara merupakan kampanye yang mendukung ribuan pedagang pasar tradisional untuk mendigitalisasi bisnis mereka melalui WhatsApp (WA) Business. Objective komunikasinya adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap manfaat WA Business untuk konsumen dan UMKM. Di samping itu, kampanye ini juga bertujuan untuk mengubah perilaku pedagang pasar tradisional dengan menggunakan aplikasi ini.

Sementara output yang dihasilkan dari program kampanye ini adalah cerita yang berkualitas di media nasional dan narasi tentang WA Business yang mendukung pedagang pasar saat pandemi. Sedangkan outcome yang dihasilkan berupa perubahan perilaku dari pedagang yang menggunakan WA Business. Yakni, para pedagang turut merekomendasikan pedagang lain menggunakan WA Business sejak merasakan manfaatnya yang ditandai dengan penjualan yang semakin meningkat.

Felicia mengatakan, 98 persen pedagang melanjutkan penggunaan WA Business, sementara 94 persen pedagang membagikan manfaat aplikasi ini kepada pedagang lain. Dampaknya, 75 persen pemesanan on-line berasal dari WA Business. “Pemesanan barang juga lebih tinggi dibanding sebelum pandemi,” katanya. (rvh)