Krisis hanya menawarkan dua peluang: bangkit atau bisnis benar-benar berakhir. Garuda Indonesia memilih untuk bangkit.
BALI, PRINDONESIA.CO – Penerbangan menjadi salah satu industri yang paling terdampak pandemi COVID-19. Pun dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Selama dua tahun, perusahaan milik BUMN ini mengalami permasalahan fundamental.
Permasalahan yang dimaksud mulai dari beban biaya sewa pesawat dan alat produksi yang tinggi, hingga beban fixed cost (biaya tetap) yang lebih mendominasi daripada variable cost (biaya variabel).
Utang menumpuk sampai 10,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 154 triliun hingga digugat oleh para kreditur lewat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). “Kondisi ini benar-benar membuat kami terpuruk,” kata VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Mitra Piranti pada sesi lokakarya PR INDONESIA Awards (PRIA) 2023 bertema “Crisis Communication Management” di Bali, Kamis (16/3/2023).
Kondisi tersebut berimbas terhadap sentimen publik. Garuda Indonesia dianggap sudah bangkrut. Bahkan, para pengamat menyebut kecilnya peluang bagi perusahaan yang dipimpin oleh Irfan Setiaputra ini untuk bangkit dari keterpurukan. “Krisis ini baru bagi kami,” kata peraih gelar Magister bidang Administrasi Bisnis dan Manajemen dari Universitas Indonesia.
Setelah melakukan identifikasi, Garuda Indonesia mengetahui adanya beberapa faktor penyebab terjadinya krisis. Pertama, kepercayaan diri masyarakat yang turun untuk menggunakan transportasi udara. Kedua, dampak pandemi COVID-19 terhadap industri penerbangan yang notabene high cost high risk. Ketiga, rendahnya pemahaman masyarakat terkait PKPU yang dianggap sebagai fase menuju kebangkrutan. Keempat, kinerja perusahaan yang lekat dengan praktik tata kelola perusahaan tidak sehat.
Empat Pilar Strategi
Mitra mengatakan, krisis hanya menawarkan dua peluang: bangkit atau bisnis benar-benar berakhir. Garuda Indonesia memilih untuk bangkit dan menjadikan krisis ini sebagai momentum bagi korporasi untuk melakukan penyehatan kinerja usaha dan menjadi full-service airline yang adaptif, agile, simple, dan profitable.
Berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan tadi, Garuda Indonesia membuat empat pilar strategi. Pilar pertama, menjadikan direktur utama sebagai juru bicara satu-satunya dalam fase krusial dan perkembangan pemulihan kinerja perusahaan. Kedua, mengadakan sesi diskusi rutin bersama regulator dan pengamat secara terbuka dan transaparan agar perusahaan memiliki fokus subjek dalam mengemas narasi.
Pilar ketiga, yaitu media mapping. Korporasi membangun jaringan key media agar menyampaikan narasi secara komprehensif. Misalnya, membentuk sentimen pemberitaan positif di media, baik media mainstream maupun media sosial. Keempat, soliditas yang dibangun di dalam internal perusahaan. Penguatan internal dibangun dengan mengadakan komunikasi secara rutin untuk mendengarkan segala bentuk kekhawatiran dan aspirasi dari bawah.
Sementara strategi komunikasi menggunakan pendekatan 360 derajat dengan pesan kunci: Garuda Indonesia Rampungkan Restrukturisasi, Siap Kembali Terbang Tinggi. Penekanan komunikasi fokus pada profitabilitas, konsisten menghadirkan “Greater Impact”, dan menjaga kepercayaan. Hasilnya, pada tahun 2022, tone berita positif mengenai Garuda mencapai 85%. (mfp)
- BERITA TERKAIT
- Dapat Pendampingan Khusus, Para Peserta PR Bootcamp Siap Jadi Pemenang PRIA 2025
- Lebih Bergengsi dari Sebelumnya, Ketahui Kiat Jitu Menembus PRIA 2025!
- Spesial 1 Dekade, Ajang PRIA 2025 Hadirkan Inovasi dan Kategori Baru
- Pola Kerja dan Aktor Humas di Era Disrupsi Digital
- 5 Pengetahuan Ini Dapat Mengoptimalkan Digital PR Perusahaanmu