HOME » EVENT » AWARDS

3 Tantangan Bisnis Media yang Mesti Diketahui PR

PRINDONESIA.CO | Selasa, 26/09/2023 | 1.054
Asmono Wikan, founder dan CEO PR INDONESIA Group, di acara PR INDONESIA Summit, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Dok. Panji/PR INDONESIA

Di tengah perkembangan teknologi digital ada tiga tantangan yang dihadapi oleh pelaku media. Apa saja?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di dunia komunikasi, hubungan antara public relations (PR) dengan media tidak bisa dipisahkan. Dalam sesi diskusi dalam PR INDONESIA Summit bertajuk “Unlocking Growth: Optimizing, Reputation, Sustainable” di Jakarta, Kamis (21/9/2023), PR INDONESIA mengajak seluruh peserta yang didominasi oleh praktisi komunikasi ini lintas sektor tersebut untuk mengetahui tantangan bisnis media yang sedang terjadi di tanah air.

Founder & CEO PR INDONESIA Group Asmono Wikan yang menjadi pembicara di plenary session tersebut merangkum setidaknya ada tiga tantangan bagi iklim bisnis yang harus dihadapi oleh pelaku media Indonesia agar dapat berkelanjutan.

Tantangan tersebut meliputi jurnalisme berkualitas, digitalisasi media, kepemimpinan yang adaptif. Khusus untuk menjawab tantangan terkait jurnalisme berkualitas, menurut Asmono, tidak mudah. Selain sedang menjadi pembahasan hangat dengan adanya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jurnalisme Berkualitas, saat ini media sedang berhadapan tiga isu seperti hoaks, berita bohong atau fake news, dan fenomena clickbait.

“Ancaman hoaks ini mesti disikapi dengan bijak, apalagi Indonesia akan memasuki tahun politik,” kata pria yang merupakan Anggota Dewan Pers periode 2022—2025 tersebut.

Bahkan, ia melanjutkan, berdasarkan data dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) diketahui kenaikan jumlah hoaks politik mengenai Pemilu 2024 sudah berlangsung sejak awal 2023. Yakni, dengan ditemukannya 664 hoaks triwulan pertama 2023. Jumlah ini lebih tinggi ketimbang tahun 2022 di periode yang sama, yakni 534 kasus.

Masih berkaitan dengan jurnalisme berkualitas, Asmono juga menyinggung soal fenomena clickbait. Menurutnya, media saat ini yang justru berlomba untuk menayangkan berita yang paling cepat, alih-alih mengutamakan akurasi. “Judulnya sensasional, padahal tidak ada isinya sama sekali,” ujar pria yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Serikat Perusahaan Pers (SPS) tersebut.

Adaptif

Tantangan kedua yang sedang dihadapi oleh pelaku media adalah digitalisasi media. Kondisi ini memunculkan fenomena dominasi platform digital dan mendorong media untuk mengikuti algoritma, yang pada akhirnya melupakan makna berita. “Saat ini ada banyak ketakutan dari pengelola media bahwa jika tidak mengikuti algoritma, bisnis mereka akan terkapar di tengah jalan,” jelasnya.

Sementara tantangan ketiga terkait kepemimpinan yang adaptif. Ia berpendapat bahwa pemimpin memegang peranan penting dalam elemen organisasi, tak terkecuali di media. Tanpa adanya pemimpin yang mampu menavigasi anggotanya, akan membuat organisasi tersebut kehilangan arah. “Keberlanjutan bisnis media akan lebih menjanjikan apabila pemimpin media mampu menavigasi timnya untuk menciptakan nilai dan beradaptasi,” lanjut Asmono.

Dengan perkembangan lanskap media tersebut, Asmono berpesan kepada para praktisi PR agar melihat media saat ini dan masa depan dengan perspektif yang baru, tanpa menghilangkan paradigma lama bahwa media merupakan mitra bagi PR. “Praktisi PR diharapkan mampu memberikan dukungan bagi media untuk mengejar jurnalisme berkualitas. Jika upaya itu tercapai, maka akan membantu PR menghasilkan tujuan untuk menggapai reputasi,” tutupnya. (mfp)