
Penggunaan AI dalam komunikasi bagi Polri perlu dibarengi dengan realitas lapangan, transparansi, dan dialog dua arah untuk membangun kepercayaan publik.
SURABAYA, PRINDONESIA.CO - Beberapa waktu lalu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendapat sorotan warganet menyusul unggahan video yang menampilkan sosok polisi sebagai pahlawan super. Aspek yang menjadi sorotan utama adalah penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) oleh Polri, untuk menghasilkan visualisasi heroik ala super hero garapan Marvel.
Menyimak respons warganet, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo mengungkapkan, penggunaan AI dalam komunikasi sejatinya merupakan sebuah keniscayaan. Namun, pesannya, implementasinya perlu dibarengi dengan literasi digital secara masif. “Untuk menghindarkan maraknya hoaks dan disinformasi,” ujar Suko dikutip dari Espos.id, Senin (30/6/2025).
Suko menilai, meskipun AI menawarkan inovasi visual yang apik, tetapi dalam konteks Polri, institusi satu ini belum cukup kuat membangun trust building yang kokoh melalui dialog dua arah dan transparansi. “Terlalu memaksakan diri dan kurang realistis dalam membentuk imajinasi di mata publik lewat AI,” imbuhnya.
Mencermati konten video Polri yang saat ini sudah dihapus itu, Suko mengingatkan, polesan AI yang terlalu kentara justru dapat menjadi bumerang. Ketika ada jarak mencolok antara citra dengan realitas, Doktor dari Universitas Airlangga itu menegaskan, Polri perlu merancang alur kurasi dan persetujuan konten berbasis AI secara ketat, khususnya dengan memerhatikan aspek etika dan persepsi publik.
Pendekatan Dua Arah
Alih-alih hanya mengunggah konten video bikinan AI, Suko berpendapat, Polri bisa memulai membangun komunikasi yang humanis dan partisipatif melalui forum daring atau virtual town hall. Pendekatan ini, katanya, dapat menampung segala keluhan, saran, bahkan kolaborasi merancang solusi keamanan. “Lewat ini kepercayaan publik dapat dibangun sekaligus dipertahankan secara berkelanjutan, karena Polri tidak hanya menyuarakan informasi, tetapi juga mendengarkan masyarakat,” ujar Suko.
Dalam kesempatan ini Suko turut mendorong reformasi struktural dalam strategi komunikasi Polri melalui transparansi data penanganan kasus, laporan statistik kejahatan, prosedur pengaduan, hingga penggunaan metode monitoring ilmiah seperti social network analysis dan sentiment analysis. Tak ketinggalan, ia juga memandang penting kolaborasi dengan pakar untuk memetakan pola penyebaran informasi, menangkal hoaks, dan merancang strategi respons paling efektif. (eda)
- BERITA TERKAIT
- Polri Pakai AI dalam Konten Komunikasi, Akademisi Beri Catatan
- Panduan Etika Berkomunikasi di Era Digital Lewat Buku Communication Ethics
- Lebih Detail Soal Akuntabilitas Komunikasi dalam Mini Whitepaper HUMAS INDONESIA
- Menyoroti Dinamika Komunikasi Dakwah Islam di Indonesia
- Praktisi PR Perlu Pertimbangkan Belajar 3 Hal Ini