Berkaca dari Blunder Kepala BNPB, Ini Hal Terpenting dalam Komunikasi Bencana

PRINDONESIA.CO | Rabu, 03/12/2025
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah provinsi di pulau Sumatera termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
doc/CNN

Pendiri dan Principal Consultant NAGARU Communication Dian Agustine Nuriman menekankan pentingnya sense of heart yang merujuk kepada kemampuan berkomunikasi dengan hati, ketulusan dan penuh empati dalam menghadapi situasi krisis terutama yang diakibatkan oleh bencana.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO –   Beberapa pekan terakhir, perhatian publik tertuju pada bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah provinsi di pulau Sumatera termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Berdasarkan data dari laman resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rabu (3/12/2025) pukul 10.34 WIB, bencana tersebut telah merenggut lebih 753 korban jiwa, 650 jiwa korban hilang, dan 2.600 jiwa korban terluka.

Namun, di tengah kedukaan dan situasi darurat tersebut, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto justru melontarkan pernyataan yang tidak sensitif terhadap apa yang sedang terjadi. Dalam konferensi pers, ia menyebut situasi di tiga provinsi di pulau Sumatera itu hanya terlihat mencekam di media sosial. “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi begitu kami tiba langsung di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” ujarnya, Jumat (28/11/2025),

Suharyanto juga menjelaskan bahwa banjir dan longsor tersebut masih berada pada kategori bencana daerah provinsi, sehingga tidak perlu adanya penetapan status bencana nasional seperti pandemi Covid-19 maupun Tsunami Aceh 2004. Keputusan tersebut, terangnya, didasaarkan kepada pertimbangan atas skala korban dan akses menuju lokasi bencana.

Tak berselang lama dari pernyataannya itu, Suharyanto langsung dihujani kritik tajam dari masyarakat. Setelah melihat langsung kondisi di lapangan, ia pun akhirnya mengungkapkan permohonan maaf. Ia  mengaku terkejut dan tidak menyangka dampaknya dari banjir dan tanah longsor akan sebesar ini. “Nah, Tapanuli Selatan ini saya surprise begitu ya, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati. Bukan berarti kami tak peduli,” katanya  dikutip dari CNN INDONESIA, Selasa (2/11/2025).

Pernyataan kurang sensitif lainnya datang dari Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan bahwa apa yang terjadi di pulau Sumatera saat ini merupakan titik balik untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lingkungan hidup di Indonesia. “Kita mendapatkan momentum yang baik kita melakukan evaluasi kebijakan, karena pendulunya ekonomi dan ekologi ini cenderung ke ekonomi, harus ditarik ke tengah lagi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (30/11/2025).

Empati dan “Sense of Heart”

Dalam konteks komunikasi krisis, empati memegang peranan sentral. Sebagaimana pernah ditegaskan dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Slamet Riyadi Silvi Aris Arlinda, inti dari komunikasi krisis adalah berempati atas apa yang dirasakan publik mulai dari kehilangan, kecewa, marah, dan takut. “Tanpa empati, komunikasi hanya menjadi formalitas dan publik akan merasakannya,” jelasnya.

Pandangan serupa juga pernah disampaikan pendiri sekaligus Principal Consultant NAGARU Communication Dian Agustine Nuriman. Ia menyebut bahwa dalam menghadapi krisis, terutama karena bencana, diperlukan sense of heart yang merujuk kepada kemampuan berkomunikasi dengan hati, ketulusan, dan penuh empati. “Raut wajah, cara bicara, hingga pakaian yang dikenakan saat hadir di lokasi krisis sangat berpengaruh, dan memiliki makna simbolik yang sangat penting,” ucapnya dalam workshop “From Crisis to Opportunity: Membangun Kembali Kepercayaan Publik Pasca Krisis” yang digelar PR INDONESIA, Rabu (7/5/2025).

Pandangan akademisi dan praktisi di atas seakan menegaskan bahwa komunikasi krisis tidak hanya soal menyampaikan fakta, tetapi menunjukkan rasa kepedulian dan empati tinggi untuk menjaga kepercayaan masyarakat. (EDA)