Buku “Untold Storied: Strategi Public Relations di Industri Kreatif” karya Agung Nugroho dapat menjadi jembatan yang menghubungkan ruang kelas dengan dunia industri, sekaligus mengajak pembaca untuk memahami sisi “humanis” di balik pekerjaan PR yang penuh tekanan dan tantangan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Peluncuran buku “Untold Storied: Strategi Public Relations di Industri Kreatif” karya Agung Nugroho pada Kamis (27/11/2025) di Universitas Bakrie, Jakarta, turut menghadirkan diskusi yang menyoroti realitas pekerjaan public relations (PR) di industri kreatif. Diskusi tersebut mempertemukan perspektif antara praktisi dan akademisi terkait cara kerja PR sesungguhnya.
Dimoderatori oleh Presenter dan Jurnalis Senior Bayu Sutiyono, diskusi diawali dengan pemaparan CEO Nexus sekaligus praktisi PR crisis Dr. Firsan Nova, tentang dua mandat yang diemban PR yaitu promote dan protect. Ia menjelaskan, fungsi promosi dalam mandat PR sejatinya dapat ditopang marketing, advertising, atau sales. Namun, fungsi protect, katanya, hanya bisa dilakukan PR di garis depan ketika krisis itu datang.
Dalam konteks proteksi, lanjut Firsan, kerja PR perlu didukung oleh investasi dari organisasi. Berkaca dari praktik di lapangan, ia menegaskan, investasi ini tidak hanya soal aset, tetapi mencakup tiga elemen penting dalam kerja PR yaitu legalitas, relasi, dan narasi. “Ketika legalitas aman, maka kita bisa bangun relasi, nah dari relasi maka akan dapat narasi,” ujarnya.
Meminimalisir “Gap”
Sementara itu dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie Mirana Hanathasia lebih menyoroti soal kesenjangan antara dunia akademik dan praktik PR di industri, yang terus dijembatani perguruan tinggi. Mencontohkan dengan apa yang dilakukan Universitas Bakrie, ia menjelaskan, kehadiran 80 persen tenaga pengajar berlatar belakang praktisi, dapat memastikan mahasiswa terbekali secara teori dan praktik nyata. “Bahkan di kampus kami terdapat laboratorium komunikasi yang melibatkan mahasiswa untuk belajar pitching langsung ke klien,” ujarnya
Menurut Mira, guna mengatasi kesenjangan tersebut para mahasiswa juga harus terus adaptif dan kreatif, dengan tidak hanya hafal teori tetapi paham akan realitas. Hal itu langsung diamini Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat Prof. Atwar Bajari yang hadir sebagai peserta diskusi. Menurutnya, saat ini perguruan tinggi sudah cukup inovatif dalam meminimalisir kesenjangan yang ada.
Di Universitas Padjadjaran tempatnya mengabdi, kata Atwar, para mahasiswa bahkan telah diwajibkan untuk mengambil digital course yang bisa dikonversi setara dengan beberapa mata kuliah. Selain itu, setiap fakultas juga telah rutin menghadirkan praktisi ahli untuk memberi wawasan lapangan secara langsung. “Para mahasiswa juga (telah) diwajibkan untuk mengambil sertifikat kompetensi di kampus, sehingga dapat meminimalkan kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri,” ujarnya.
Diskusi sore itu menegaskan bahwa buku terbaru karya Agung bukan hanya menyingkap pengalaman di balik layar, tetapi juga bisa menjadi refleksi penting bagi mahasiswa tentang apa yang perlu dipersiapkan sebelum terjun melakoni profesi sebagai PR. (EDA)
- BERITA TERKAIT
- Melihat Realitas di Lapangan dari Balik Layar Kerja Praktisi PR
- Nugroho Agung Bahas Hal di Belakang Layar Kerja PR dalam Buku Barunya
- Meramu Strategi Komunikasi Melalui Intuisi, Data, dan AI
- Catat Tanggalnya! PR INDONESIA Akan Luncurkan 3 Buku Penting
- Mengatasi Tantangan Tentang Data dalam Praktik PR dengan “Purposive Driven”