Isu Utama yang Dihadapi Industri Perbankan Nasional

PRINDONESIA.CO | Selasa, 06/08/2024 | 1.792
Ketua Bidang Organisasi Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS) Hery Gunardi dalam acara Welcoming Dinner PERBANAS CFO FORUM II – 2024 di Bali, Kamis (1/8/2024).
Dok. PERBANAS

Ketua Bidang Organisasi Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS) Hery Gunardi menilai, sejalan dengan tantangan industri perbankan tanah air ada peluang besar yang harus dimanfaatkan. 

BALI, PRINDONESIA.CO – Ketua Bidang Organisasi Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS) Hery Gunardi menyampaikan, industri perbankan tanah air sebagai sektor utama penopang ekonomi harus semakin lincah (agile). Hal tersebut ia tegaskan karena melihat ada sederet peluang masa depan yang membayang di balik berbagai tantangan ekonomi hari ini.

Hery menjelaskan, sejumlah isu utama bagi industri perbankan nasional saat ini adalah terfragmentasinya kinerja ekonomi global, penurunan inflasi, hingga eskalasi geopolitik. “Beberapa negara termasuk Amerika Serikat mengadopsi kebijakan suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama,” ujarnya menjelaskan opsi menghadapi ketidakpastian ekonomi dan politik global dalam acara Welcoming Dinner PERBANAS CFO FORUM II – 2024 di Bali, Kamis (1/8/2024).

Pria yang juga menjabat Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) itu melanjutkan, pemilihan presiden di sejumlah negara pada 2024 turut menambah ketidakpastian pada arah kebijakan moneter dan fiskal global. Meski demikian, katanya, World Bank dan IMF memperkirakan perekonomian Indonesia bakal tumbuh 5,0 persen pada 2024. Sementara Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan di rentang 4,7 persen – 5,5 persen. “Perkiraan tersebut tertopang konsumsi rumah tangga yang terjaga dan iklim investasi positif,” jelasnya.

Tantangan lainnya, sambung peraih gelar Master of Business Administration dari Universitas Oregon di Amerika Serikat itu, berasa dari likuiditas yang secara makro menurun meski suku bunga tinggi. Meski kondisi tersebut mendorong intermediasi perbankan tetap tumbuh solid karena didukung kebijakan makro prudensial yang akomodatif, tetapi tantangannya adalah pertumbuhan kredit akan diiringi peningkatan Non Performing Loan (NPL).

Perbankan Harus Berinovasi

Mencermati dinamika ekonomi dan keuangan yang berubah sangat cepat, Hery menilai penting inovasi bagi industri perbankan. Utamanya inovasi dalam rangka menarik pendanaan yang akan digunakan untuk penyaluran kredit.

Saat ini, katanya, kondisi imbal hasil dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sangat menarik sebagai upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Selain itu, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pun kian tinggi mengingat banyak yang jatuh tempo hingga tiga tahun ke depan. “Akan ada potensi peningkatan cost of fund perbankan, sehingga berdampak pada net interest margin perbankan yang menyempit,” pungkasnya. (lth)