Belajar dari Kasus Viral Miftah, Ini 4 Langkah Mengatasi Blunder Komunikasi

PRINDONESIA.CO | Jumat, 06/12/2024
Tangkapan layar video Gus Miftah mengolok-olok seorang penjual es teh saat mengisi pengajian Magelang Bersholawat di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, Kabupaten Magelang pada Rabu (20/11/2024)
youtube.com/@GusYusufChannelTegalrejo

Menghadapi blunder komunikasi seperti dalam kasus terbaru Miftah memerlukan strategi guna meminimalkan dampak negatif dan memulihkan kepercayaan publik.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Nama Miftah Maulana Habiburrahman kembali menjadi perbincangan di jagat maya. Sayangnya, bukan karena prestasinya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, melainkan karena ucapannya dalam sebuah acara pengajian, yang dinilai mengolok-olok seorang pedagang es teh.

Publik pun memberikan reaksi beragam atas ucapan yang dilontarkan Miftah pada 20 November lalu itu. Sebagian merasa tak heran karena sang mubalig pernah beberapa kali melakukan hal serupa, sebagian justru mendesak pria yang populer karena kebiasannya berdakwah di lokalisasi dan kafe-kafe itu untuk mundur dari bangku utusan khusus presiden.

Menghadapi blunder komunikasi seperti dalam kasus terbaru Miftah memerlukan strategi guna meminimalkan dampak negatif dan memulihkan kepercayaan publik. Sebagaimana dijelaskan Wakil Rektor Lone Star College Kyle Scott dalam artikel di Forbes pada 26 April 2021, setidaknya terdapat empat langkah yang perlu dipastikan untuk mengatasi blunder komunikasi.

  1. Mengakui Kesalahan Secara Terbuka
    Dalam beberapa situasi, tokoh publik mungkin merasa enggan untuk mengakui kesalahan mengingat adanya konsekuensi. Meski begitu, meminta maaf tetap harus dilakukan, sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakan yang kurang tepat, sekaligus bentuk kesadaran terhadap dampak negatifnya bagi orang lain.
  2. Menunjukkan Empati Terhadap Mereka yang Terdampak
    Ketika menyampaikan permintaan maaf, seorang tokoh publik harus menunjukkan empati yang tulus, sebagai bentuk kesadaran penuh atas perasaan orang-orang yang dirugikan.
  3. Menganalisis Penyebab Blunder
    Sebagai tokoh publik, penting untuk memahami mengapa pernyataan atau tindakan yang dilakukan menimbulkan reaksi negatif. Dengan ini nantinya bisa diketahui faktor pemicu kemarahan atau ketidaksetujuan, sehingga respons yang diberikan dapat diterima dengan baik.
  4. Menyampaikan Langkah Perbaikan yang Konkret
    Permintaan maaf akan kurang berarti tanpa tindakan nyata untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Dalam kasus Miftah, penting baginya untuk mengungkapkan rencana atau langkah yang akan diambil guna mencegah kesalahan serupa, dan menunjukkan komitmen untuk berubah serta belajar dari pengalaman.

Kasus ini mengingatkan kembali betapa pentingnya menjaga sensitivitas komunikasi, terutama bagi tokoh publik. Blunder seperti yang kerap dilakukan Miftah, menjadi pengingat bagi praktisi public relations sebagai corong komunikasi organisasi, agar memperhatikan betul pemilihan setiap kata agar tidak disalahartikan oleh publik. (RHO)