Pidato Gibran yang salah ucap "para-para" jadi sorotan publik, menegaskan pentingnya kemampuan bahasa dan public speaking bagi seorang pemimpin.publik Speaking,
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menjadi perbincangan hangat publik. Kali ini, perhatian ditujukan kepada mantan walikota Surakarta itu karena pembawaannya dalam pidato di acara Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) 2024 beberapa waktu lalu, dinilai kurang apik untuk sekelas wakil presiden.
Secara spesifik, warganet menyoroti kealpaan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI) dalam pidato Gibran. Sorotan itu didasarkan kepada bagaimana putra sulung Joko Widodo itu mengulang penyebutan kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke kelompok. "Yang saya hormati, tokoh-tokoh, para-para tokoh agama, para-para kiai, para-para ibu nyai, yang hadir pada pagi hari ini," ujar putra sulung Joko Widodo itu dalam pidatonya.
Penyebutan kata “para” yang seharusnya tidak perlu diulang, membuat masyarakat sangsi dengan kemampuan berbahasa sang wakil presiden. Bahkan, tak sedikit yang meminta Gibran untuk memperhatikan dan meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia.
Kemampuan Berbahasa dan Public Speaking
Respons warganet terhadap kekeliruan Gibran dalam berbahasa, seakan menegaskan pentingnya penguasaan bahasa dan public speaking bagi tokoh publik. Charles Bonar Sirait yang dikutip Dyah Nugrahani dalam jurnal Peningkatan Kemampuan Public Speaking Melalui Metode Pelatihan Anggota Forum Komunikasi Remaja Islam (2012) menyebut, public speaking adalah seni yang memadukan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang.
Dalam konteks ini, aktivitas berbicara di depan umum menuntut keberanian menyampaikan pesan kepada audiens dengan latar belakang berbeda. Namun, keberanian bukan satu-satunya modal yang harus dimiliki seorang pembicara. Hal penting lain yang mesti diperhatikan juga ialah kombinasi antara penyampaian informasi, menghibur, dan meyakinkan.
Kombinasi ketiga hal di atas harus digenapi oleh pengetahuan agar informasi yang disampaikan tidak keliru. Kemudian, mengedepankan keterampilan guna memastikan audiens terhibur. Terakhir, percaya diri agar bisa meyakinkan audiens.
Secara umum, untuk menjadi pembicara publik yang efektif, seseorang harus memahami kebudayaan tempat ia berbicara, aktif dalam aktivitas sosial atau komunitas, dan senantiasa melatih kemampuan berbicaranya dalam kelompok. (RHO)
- BERITA TERKAIT
- Media Massa Arus Utama Masih Berperan Penting dalam Komunikasi Pemerintah
- Belajar dari Pidato Gibran, Pentingnya Penguasaan Bahasa dalam “Public Speaking”
- 5 Langkah Praktis Meningkatkan Komunikasi Internal di 2025
- Selamat! Kompetisi Karya Filosofi 2024 Lahirkan 12 Pemenang
- Terpilih Lagi Sebagai Ketua H3 Indonesia, Yulia Maria Akan Fokus Perkuat Sinergi