Kata yang bersifat netral bisa dimaknai negatif. Pun sebaliknya. Oleh karena itu, praktisi PR harus berupaya sebisa mungkin menghindari penggunaan diksi yang dapat memicu berbagai tafsir.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Semua aspek yang membentuk komunikasi publik adalah penting. Termasuk soal pemilihan kata. Seperti terbukti dalam kasus terbaru Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Adita Irawati, yang disorot warganet lantaran menggunakan diksi “rakyat jelata”, ketika memberikan respons terhadap sikap Miftah Maulana Habiburrahman mengolok-olok penjual es teh saat berceramah di Magelang, Rabu (20/11/2024)
Secara bahasa, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi yang digunakan mantan Juru Bicara Kementerian Perhubungan itu memiliki arti rakyat biasa (bukan bangsawan, bukan hartawan), atau orang kebanyakan yang tidak memiliki status sosial tinggi atau kekayaan berlimpah.
Namun, sebagian besar warganet memandang penggunaan diksi tersebut sebagai ungkapan merendahkan yang memperkuat stratifikasi sosial. Hal ini menjadi alasan penting bagi public relations (PR) untuk memastikan pemilihan kata dalam komunikasi publik tidak menimbulkan pemaknaan ganda.
Dalam hal ini, Morrisan yang dikutip Nasichul Anwar dalam jurnal berjudul Pentingnya Etika dan Komunikasi Bagi Public Relation menjelaskan, terdapat setidaknya lima strategi yang bisa diterapkan.
1. Berpedoman Kepada Fakta
Menurut Morrisan, dalam berkomunikasi PR dapat memilih, menyoroti, dan mengaitkan fakta-fakta agar pesan yang disampaikan lebih bermakna, menarik, berarti, dan mudah diingat.
2. Pahami Nilai Pesan
Praktisi PR harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai pesan yang ingin disampaikannya saat berkomunikasi, terutama ketika pesan tersebut ditujukan kepada media massa.
3. Bersemiotika
Praktisi PR wajib memiliki kemampuan memilih kata-kata atau kebijakan yang tepat, agar setiap pesan untuk masing-masing kelompok dapat diterima dan dipahami dengan baik.
4. Pelajari Audiens
Pelaksanaan komunikasi seringkali terhambat oleh tantangan sosial, perbedaan usia, bahasa, kekayaan kata, aspek politik, dan ekonomi. Oleh karena itu pesan yang diberikan kepada masyarakat harus dirancang agar menarik dan mudah diingat, dengan cara menyajikan Informasi yang berdasarkan fakta. Hal itu perlu disajikan dengan nilai berita agar masyarakat tertarik untuk memperhatikannya, terutama ketika disampaikan melalui media cetak atau elektronik
Demikian empat hal yang bisa diupayakan PR agar tidak terjebak dalam pemaknaan ganda dalam berkomunikasi. Semoga informasi ini bermanfaat, ya! (RHO)
- BERITA TERKAIT
- Jadi Pemimpin Baru ASPIKOM Korwil DIY-Jateng, Rouli Manalu Siap Perkuat Sinergi
- 5 Manfaat Data untuk Meningkatkan Hubungan dengan Media
- Perbedaan “On the Record, Off the Record, On Background” dalam Komunikasi Media
- Media Massa Arus Utama Masih Berperan Penting dalam Komunikasi Pemerintah
- Belajar dari Pidato Gibran, Pentingnya Penguasaan Bahasa dalam “Public Speaking”