Kiat Menyentuh Emosi Lewat Narasi Tanpa Mengeksploitasi

PRINDONESIA.CO | Selasa, 10/12/2024
Komunikasi melalui pendekatan storytelling
freepik.com

Dengan memberikan nilai dan inspirasi, sebuah narasi yang dibangun praktisi public relations (PR) bisa mendorong audiens untuk bertindak positif, hingga menciptakan perubahan nyata dan berdampak.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Dalam praktik komunikasi, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyentuh hati audiens. Namun, membangun cerita (storytelling) yang emosional, seperti dengan menyoroti perjuangan hidup seseorang, merupakan yang paling ampuh untuk mempengaruhi audiens mengambil tindakan tertentu.

Meski demikian, mengingat masyarakat hari ini yang kian kritis, usaha membangun cerita emosional bukan tanpa tantangan. Sebagai contoh, narasi yang didasarkan kepada penderitaan seseorang atau kemiskinan, bisa jadi akan dipandang sebagai bentuk eksploitasi keadaan.

Dalam hal ini, Assistant Vice President Public Relations NET TV Nugroho Agung Prasetyo menegaskan, upaya membangun narasi emosional harus digenapi dengan nilai yang dapat mendorong aksi positif dari audiens.

Bagi Agung, storytelling yang baik tidak hanya berbicara tentang visual atau audio menarik, tetapi juga relevansi cerita terhadap audiens target. Data dan fakta yang mendukung cerita, katanya, perlu ditampilkan guna memperkuat dampak sehingga audiens dapat memahami dan merespons dengan tindakan yang lebih bermakna.

Dalam contoh narasi di atas, menurut Agung, data akurat yang disertakan oleh praktisi PR dapat memastikan audiens merasa tengah menyaksikan realita sosial, bukan sedang diperalat oleh strategi marketing. "Bukan mengeksploitasi, tapi menyuguhkan realita yang ada di masyarakat," ungkapnya kepada PR INDONESIA, Sabtu (16/11/2024).

Selain itu, demi menghindari ekses eksploitasi, penting pula bagi PR untuk menghadirkan nilai dan inspirasi dalam setiap narasi yang dibangun. Dengan memastikan hal-hal tersebut, tandas Agung, sebuah narasi tidak hanya bertujuan menggugah perasaan, tetapi juga memotivasi audiens agar bertindak. "Konten harus punya aspek emosional, kemudian juga punya nilai, dan harus inspiratif," tegasnya.

Narasi menggugah perasaan tidak hanya bisa diterima audiens, tetapi juga oleh media massa, yang dalam hal ini bisa jadi wadah penyebaran pesan perusahaan, sehingga dapat menginspirasi lebih banyak audiens untuk saling bantu, berkolaborasi, dan memberikan solusi relevan. (RHO)