Gaya Humas Pemerintah Hadapi Krisis Media Sosial

PRINDONESIA.CO | Selasa, 16/01/2018 | 1.926
“Sebelum isu mencuat, selesaikan dulu di dunia maya,” kata Yunita.
Ratna/PR Indonesia

Maraknya informasi yang beredar di media sosial membuat isu negatif, hoaks hingga fake news mudah menyebar. Dalam hitungan detik, reputasi yang sudah dibangun dengan jerih payah, runtuh.  

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kondisi ini menghantui aktivitas humas di mana pun, tak terkecuali humas pemerintah. Seperti yang disampaikan Yunita Virdianti, Kepala Subbagian Pelayanan Informasi Setda Kota Tangerang di hadapan mahasiswa Kalbis Institute di Jakarta, Jumat (12/1/2018). “Krisis media sosial bisa menyerang pemerintah kapan saja. Kami sebagai humas pemerintah tidak bisa tinggal diam menunggu berita negatif dari koran, terlanjur ramai, baru bertindak,” ujar perempuan kelahiran Garut, 16 Juni 1983.

Kabar baiknya, tantangan ini dipahami betul oleh walikota mereka, Arief R. Wismansyah. Tepat di hari jadi RI ke-71 tahun 2016, Pemkot Tangerang meluncurkan Tangerang LIVE, akronim dari Liveable, Investable, Visitable, dan E-City.

Melalui aplikasi itu, semua warga Kota Tangerang yang sudah terkoneksi internet dapat mengetahui berbagai informasi tentang kotanya mulai dari ketersediaan kamar di rumah sakit, pengurusan izin, penerimaan siswa baru, hingga harga bahan pokok secara real-time.

Keberadaan LAKSA (Layanan Kotak Saran Anda) turut memudahkan warga berinteraksi dengan pemerintah. Sementara semua aspirasi yang masuk dikelola di Tangerang LIVE Room. “Dengan cara ini, semua keluhan dan aspirasi masyarakat bisa kita telusuri dan tindaklanjuti,” kata Yunita di acara seminar PR yang diadakan RETORIKALBIS..

Menurut ICON PR INDONESIA 2017 itu, keputusan menjadikan Kota Tangerang sebagai Kota Cerdas dilatarbelakangi dari hasil survei dan analisa. Dari 2,1 juta penduduk Kota Tangerang, tercatat 97,70 persennya menggunakan telepon pintar. Kota yang sepuluh persen wilayahnya adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu juga menduduki peringkat pertama dari lima kota besar di Indonesia yang memiliki koneksi internet tercepat (7,8 mbps), mengalahkan DKI Jakarta (7,25 mbps). Dari benang merah ini, tepat jika Pemkot Tangerang menuangkan PR digital dalam strategi komunikasi mereka. 

 

Siap Mental  

Namun, pemegang master Jurusan International Communication Management dari The Hague University Belanda itu menekankan, ketika suatu perusahaan/insitutusi memutuskan untuk membuka saluran komunikasi di dunia maya, mereka tak hanya harus siap mental, tapi juga tahu cara mengelolanya.

Untuk itu, saat memutuskan menjadi Smart City, Pemkot Tangerang telah “mempersenjatai” diri mereka dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), perencanaan dan manajemen konten, antinarasi, media monitoring alert, media relations, hingga menyusun perencanaan saat terjadi krisis di media sosial.

Intinya, kata Yunita, ketika krisis lakukan identifikasi, deteksi dini, pertimbangkan kemungkinan yang terjadi, cepat dan tepat dalam merespons. Kini bahkan ada rumus baru di dunia humas, “Sebelum isu mencuat, selesaikan dulu di dunia maya,” imbuhnya.

Lainnya tak kalah penting: jangan melupakan internal perusahaan. “Bangun hubungan yang baik, pastikan teman-teman baik di dalam maupun yang bekerja di lapangan menjalankan tugasnya sesuai SOP,” kata Yunita. Ini dikarenakan, krisis di media sosial umumnya bukan dilakukan oleh perusahaan pesaing, tapi lahir dari internal organisasi. Kondisi yang bermula dari banyaknya cerita buruk tentang organisasi bersumber dari kalangan internal, kemudian menjadi viral di luar.

 Selain itu, krisis media sosial paling potensial terjadi bersumber dari curhatan konsumen—dalam hal ini warga—terhadap pelayanan pemerintah. “Kuncinya, jawab keluhan mereka, jangan terlambat merespons,” tutup Yunita. rtn