Dari Indonesian Government PR Summit 2018: Bangun “City Branding” lewat “Storytelling”

PRINDONESIA.CO | Minggu, 07/10/2018 | 2.677
Ridwan Kamil: Sebelum melakukan city branding ada baiknya kenali dulu karakter diri kita, warga, dan daerah masing-masing.
ayobandung.com

Membangun city branding bukan sekedar mengubah logo atau kampanye. Lebih dari itu, membangun reputasi daerah melalui kekuatan storytelling.

BANDUNG, PRINDONESIA.CO – Kesepahaman itu mengemuka di acara Indonesian Government PR Summit 2018 yang mengusung tajuk “City Branding for Indonesian Cities” di Bandung, Kamis (4/10/2018).

Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB)  Dwi Wahyu Atmaji mengapresiasi Humas Sekretaris Daerah Kota Bandung yang menginisiasi forum ini. Menurutnya, mengelola city branding di era persaingan global itu penting. “Suatu kota yang memiliki karakteristik unik, tentulah akan menarik di mata investor,” katanya. Namun, pendekatan city branding tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemda, perlu dukungan dan peran serta masyarakat.

Nah, menurut Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat yang pagi hari itu didapuk sebagai keynote speaker, sebelum melakukan city branding ada baiknya kenali dulu karakter diri kita, warga, dan daerah masing-masing. Jika tidak, program yang disusun bukan saja sia-sia, tapi juga buang-buang waktu.

“Siapa kita hari ini?” kata Kang Emil, sapaan karibnya, seraya bertanya. “Kita hari ini adalah orang-orang yang malas membaca dan menulis. Makanya humas harus pintar bikin judul dan menulis informasi jangan panjang-panjang,” ujar mantan Walikota Bandung yang hari itu tepat berulang tahun ke-47. Di sisi lain, masyarakat Indonesia cenderung hobi ngobrol. Di era digital, budaya ngobrol itu bertemu dengan media sosial. Maka, fasihlah menggunakan kanal komunikasi tersebut. 

Bercerita

Sementara Staf Khusus Presiden RI Bidang Komunikasi Adita Irawati berpendapat, city branding tak terlepas dari komponen leaders branding. “A leaders is someone who demonstrate what is possible—membawa mimpi dan visi menjadi nyata,” katanya. Mimpi dan visi itu kemudian dikemas menjadi cerita bersama. Perempuan yang sebelumnya menjabat sebagai VP Corporate Communication Telkomsel ini menyebutnya dengan: story of I = story of us. “Cerita yang diangkat jangan hanya berbasis pada aktivitas pemimpin, tapi program-program yang sedang dijalankan,”ujarnya. 

Pernyataan Adita diamini Associate Industry Head Government Public Service of MarcPlus Inc. Setyo Riyanto. Metode storytelling yang disajikan dengan baik, mampu mendorong iklim investasi. City branding juga tidak melulu soal logo. “Bali tidak punya logo. Tapi, reputasi dan ceritanya (story) sudah dikenal dan melekat di benak publik,” ujarnya.

Untuk dapat mengemasnya dengan baik, founder dan Direktur LSPR Jakarta Prita Kemal Gani menilai, diperlukan PR yang menguasai berbagai kompetensi. Sebut saja, technology savvy, produser berita, strategic management function, borderless, profesional,  berpegang pada etika, inovatif dan kreatif, berpengetahuan luas, hingga jiwa wirausaha. Adapun kompetensi lain yang tak kalah penting, menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Soleh Soemirat, adalah empati. 

Agenda yang berlangsung sehari penuh ini diikuti government public relations kabupaten/kota se-tanah air. Kegiatan ini juga membuka kesempatan bagi para mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dan public relations (PR) untuk menggali ilmu dan menambah wawasan kepiaran. (ais/rtn)