SURABAYA, PRINDONESIA.CO –Secara pribadi, mantan menteri BUMN ini juga menyampaikan sikapnya untuk tidak lagi dicalonkan. Alasannya, bukan karena putus asa untuk mendorong SPS semakin maju, apalagi sepanjang kepemimpinannya bisnis surat kabar makin menurun. Lebih dari itu, karena sudah waktunya regenerasi. “Konkrit saja, apa yang bisa kita perbuat sebagai asosiasi?” ujarnya seraya bertanya. “Kalau pun organisasi ini kita akhiri, apakah ada yang kita untungkan? Rasanya tidak ada,” katanya.
Ya, disrupsi yang terjadi di dunia media ini bagaikan gelombang tsunami yang sulit dikendalikan.Teknologi yang berkembang begitu cepat membuat semua orang tidak bisa memprediksi perubahan apalagi yang akan terjadi ke depan. Belum lagi harga kertas yang terus melambung dan sulit untuk bisa ditanggulangi. Itu sebabnya, Dahlan berkesimpulan pembunuh terakhir surat kabar adalah kertas.
Lalu, ia melanjutkan, apakah disrupsi ini akan coba dilawan oleh SPS dengan cara mencari jalan keluar? Atau, menunggu tipping point hingga keadaan sudah mencapai dasar terburuk atau sudah tidak bisa lagi diperbaiki? “Kalau seperti itu sikap kita, maka kehancuran ini kita percepat saja supaya dapat jalan keluar, tidak usah menunggu tipping point,” imbuhnya.
Sebaliknya, jika tetap eksis, maka organisasi ini harus mampu memberi manfaat. Pengurus baru juga harus mampu menyelesaikan dua agenda penting, yakni dana lumbung pers dan ratifikasi. Ratifikasi adalah sekumpulan orang (penerbit) yang mengikatkan diri secara sukarela untuk menjalankan standarisasi pers yang sudah disepakati. “Jangan sampai SPS dipertahankan hanya untuk mempertahankan gengsi,” ujarnya, tegas.
Yoseph Adi Prasetyo, Ketua Dewan Pers, menyayangkan jika organisasi ini bubar. Menurutnya, keberadaan SPS tetap diperlukan. Apalagi hoaks di negeri ini makin merajalela. “SPS harus bisa menjaga marwahnya dan menjadi bagian dari pers Indonesia yang bisa diandalkan,” ujarnya.
Soal harga kertas yang terus menanjak, Dewan Pers pun tidak tinggal dian. Pria yang karib disapa Stanley itu mengatakan, Dewan Pers saat ini sedang mengajukan permohonan kepada pemerintah agar bisa membebaskan pajak kertas khusus kepada industri pers. Jika disetujui, maka kebijakan ini akan menjadi bukti kepedulian pemerintah memelihara umur media cetak sebagai industri yang memenuhi kebutuhan publik atas informasi. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab