Tak dapat dipungkiri, istilah birokrasi yang erat kaitannya dengan humas pemerintah kerap mendapat konotasi negatif. Birokrasi dianggap biang penyebab segala sesuatu menjadi serba lamban dan ribet. Lantas, apa yang salah dari birokrasi humas pemerintah?
TANGERANG, PRINDONESIA.CO – Mengutip ungkapan Bapak Birokrasi Dunia, Max Weber, “Birokrasi seharusnya merupakan sosok superhero penjaga, bukanlah iblis pengancam.” Demikianlah pernyataan yang diyakini Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Lembaga Adita Irawati. Humas pemerintah harus mampu berdamai dengan birokrasi.
Jika di tubuh humas pemerintah, di mana sebenarnya sumber "kelambanan" itu? Dari survei terbatas yang ia lakukan dalam rangka menghimpun kekurangan humas pemerintah, baik di kementerian, lembaga, pusat maupun daerah (K/L,D), hasilnya:
Pertama, proses pembuatan pernyataan (statement) yang terlalu lama. Padahal, dalam kondisi krisis, humas tidak bisa berdiam diri dan menunggu arahan dari pimpinan. “Terlalu lama menunggu akan mengakibatkan masalah menjadi lebih besar,” ujarnya di hadapan sekitar 1.500 humas pemerintah dalam acara Sinergi Aksi Informasi dan Komunikasi Publik (SAIK) 2018 di Tangerang, Senin (3/12/2018).
Kesalahan kedua, pada tiap level K/L terdapat lapisan-lapisan humas yang berbeda. Kondisi ini memperlambat proses koordinasi. Ketiga, perihal kompetensi praktisi humas yang belum mempuni. Terlebih di era 4.0 yang menuntut semuanya serba cepat. Alhasil, humas yang kurang kompeten makin tertinggal. Keempat, pimpinan di K/L yang terlalu ikut campur persoalan teknis operasional. "Seharusnya, pimpinan cukup memberi arahan yang bersifat strategis," ujarnya berpendapat. Tujuannya, untuk memberikan ruang gerak kepada humas yang lebih menguasai kondisi lapangan.
Kelima, tidak adanya orang yang ditunjuknya sebagai juru bicara. Kondisi ini kerap ia temui di humas-humas pemerintah daerah (pemda) baik itu provinsi, kabupaten, maupun kota. “Jika tidak terkooridinasi dengan baik, kita bisa menjadi ‘santapan empuk’ bagi media dan warganet,” ujar perempuan yang sebelumnya menjabat sebagai VP Corporate Communications Telkomsel.
Menjawab Tantangan
Adita juga kerap menerima keluhan dari humas di daerah yang selama ini belum mendapat posisi strategis di pemerintahan “Di daerah, fungsi humas hanya sebatas administrasi dan kesekretariatan. Kondisi ini membuat saya gemas,” katanya. Padahal reputasi lembaga berada di tangan humas.
Prihatin dengan hal tersebut, Adita mengajak seluruh praktisi humas pemerintah di Indonesia untuk melakukan introspeksi agar lebih bersahabat dengan birokrasi. Introspeksi bisa dimulai dari bertanya pada diri sendiri. “Seberapa sensitifkah kita?”
Menurutnya, tingkat sensitivitas akan makin terasah jika kita banyak menghadapi masalah. Namun, masih bisa diasah dengan melakukan langkah sederhana seperti media dan social media monitoring, aktif di berbagai diskusi, bergaul dengan komunitas, stakeholders engagement, menjalin media relations, hingga meningkatkan kapasitas.
Yang pasti, Adita melanjutkan, humas harus punya inisiatif. Jangan malas bergerak hanya karena belum mendapat instruksi dari pimpinan. “Era disrupsi menuntut kecepatan. Sikap pasif menunggu instruksi atasan harus segera dihilangkan,” tutupnya. (ais)
- BERITA TERKAIT
- Hasan Nasbi Resmi Melantik Jajaran Kantor Komunikasi Kepresidenan
- Menkomdigi Akan Soroti Peran Komunikasi Digital untuk Citra Bangsa di WPRF 2024
- Raih Penghargaan Golden World Award 2024, LMAN Akan Tingkatkan Inovasi
- Presiden Prabowo Imbau Kabinet Merah Putih Agar Aktif dan Terbuka Berkomunikasi
- Konstruksi Indonesia 2024: Upaya Kementerian PU Tingkatkan Daya Saing