HOME » EVENT » AWARDS

Catatan Juri PRIA 2019: Jangan Hanya Sekadar Berkompetisi

PRINDONESIA.CO | Rabu, 06/03/2019 | 2.455
Para juri PRIA 2019 menilai kualitas peserta makin meningkat.
Aisyah/PR Indonesia

Penjurian sesi presentasi PR INDONESIA Awards (PRIA) 2019 resmi berakhir hari ini, Rabu (6/3/2019). Selama dua hari berturut-turut, lima dewan juri melakukan penilaian secara maraton kepada 31 peserta dengan total 42 entri. Berikut ini rangkuman catatan mereka.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Apresiasi datang dari juri Arif Mujahidin, Direktur Komunikasi Danone Indonesia. Dari ajang ini, sosok baru yang duduk di jajaran dewan juri PRIA tersebut merasa bersyukur karena dapat menjadi saksi semakin bergemanya keberadaan public relations (PR) di tanah air. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya program PR yang kreatif dan inovatif. Di samping itu, apresiasi dari instansi/korporasi/organisasi terhadap keberadaan PR pun makin meningkat.

Hal positif lainnya, ajang ini mempertemukan banyak program PR sehingga praktisi PR bisa saling berbagi, belajar, berkoalisi, dan berkolaborasi. Ia mencontohkan, program PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengampanyekan etika bertransportasi di kereta bisa dikolaborasikan dengan program Telkomsel yang mendorong tumbuhnya perilaku bijak menggunakan plastik, juga dengan Pemkot Surabaya yang menginisiasi naik bus umum bayar pakai botol.  

Untuk itu, ia berharap bertemunya praktisi dan program PR dari lintas institusi/organisasi/korporasi ini tidak hanya berakhir sampai di ajang kompetisi. Lebih dari itu, terciptanya komunitas baru yang memiliki tujuan mulia. Yaitu, wadah berkumpulnya para peserta alumni PRIA untuk bersinergi melakukan program dengan misi yang sama untuk memberikan dampak yang lebih luas kepada stakeholder, tidak hanya stakeholder dari perusahaan masing-masing.

Sementara itu, secara pribadi, mantan jurnalis ini mencari pemenang yang memenuhi kriteria unik baik dari segi inisiatif, ukuran, dampak, ciri khas, maupun kemampuan memanfaatkan momentum. “Suatu program akan tampak menonjol dan berpeluang mendapat nilai lebih apabila bisa diukur, memiliki objektif yang jelas, memberi dampak, dan awareness,” ujarnya seraya berpesan agar peserta tidak cepat berpuas diri, selalu membuka wawasan dan meningkatkan kompetensi. 

 

Makin Kreatif

Sementara itu, juri Irwa Zarkasi yang merupakan dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia menyoroti dua hal. Hampir semua peserta dari lintas instansi pemerintah, BUMN, korporasi, hingga anak perusahaan mengangkat isu millennial dan digital. Tanpa bermaksud mengenyampingkan peran dan kontribusi agensi PR, juri yang mencari peserta yang memiliki program jelas dan pesannya sampai itu mengaku bangga karena banyak program PR yang murni lahir dan dieksekusi sendiri oleh departemen PR korporasi/instansi bersangkutan. Contoh, Jenius dari BTPN.

Juri Magdalena Wenas yang mengawal perjalanan PRIA sejak awal mengaku kemampuan dan kreativitas peserta berkembang setiap tahun. Meski begitu, tak sedikit pula yang perlu ditingkatkan. Public relations itu suatu proses yang dinamis. Jadi, kita harus menyesuaikan dengan dinamika publik di sekitar kita, pekerjaan kita, kantor kita, dan korporat kita. Kita harus lebih jeli melihat peluang yang ada di depan mata,” ujarnya.

Juri Asmono Wikan yang merupakan founder dan Pemimpin Redaksi PR INDONESIA menilai jumlah entri secara keseluruhan mengalami peningkatan. Pun demikian dengan penyeberan peserta dan kualitas peserta baik dari sisi program maupun konten PR yang semakin kreatif dan inovatif. Ia juga melihat sejumlah peserta mampu memperkuat positioning kelembagaan PR sebagai organisasi yang strategis dan dipandang penting oleh manajemen. “Ini menggembirakan. Sebab kompetisi ini sedari awal memang bertujuan untuk mendorong tugas dan fungsi PR agar memiliki posisi yang lebih strategis di mata manajemen,” katanya.  

Hal senada pun dirasakan oleh juri Ariani Djalal. Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden ini melihat mulai adanya perubahan struktur humas di beberapa kementerian dan lembaga. “Sekarang mereka punya akses ke top level management. Bahkan, PR-nya mampu melakukan komunikasi dua arah,” katanya.

Sementara soal digital PR, ia menilai masih banyak PR yang belum fasih memanfaatkan keberadaan teknologi yang berkembang di era Revolusi Industri 4.0 seperti big data dan artificial intelligence untuk memaksimalkan program PR mereka. “Teknologi ini masih menjadi ilmu baru buat mereka. Tapi, harus dimulai mengingat sebentar lagi kita akan memasuki era Society 5.0,” ujarnya seraya mengusulkan agar ke depan durasi presentasi diperpendek, sebaliknya durasi tanya jawab diperpanjang. Tujuannya, untuk mempertajam kemampuan PR agar menyampaikan informasi hanya yang esensial.

Selain itu, Ariani juga mengusulkan agar panitia membuka kategori baru khusus humas partai politik. “Membangun citra parpol itu penting untuk demokrai kita ke depan,” tutupnya. (rtn/ais/ika)