Kreativitas dan Kredibilitas, Menentukan Masa Depan Media

PRINDONESIA.CO | Senin, 09/09/2019 | 1.319
Menanggapi segala perubahan yang terjadi di industri media, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menitikberatkan kepada tiga pedoman hukum.
Dok. Istimewa

Dulu, bagi pelaku media, keberadaan newsroom dianggap mampu menentukan arah politik dunia. Sekarang newsroom tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya newsbrand. Apalagi yang berubah di era 4.0 ini?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Menurut Tri Agung Kristanto, Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, media di era 4.0 ibarat sebuah organisme. Organisme adalah makhluk hidup yang saling terikat, memengaruhi dan bekerja sama untuk tujuan tertentu. “Artinya, media ke depan akan terus berkembang dan tidak dapat berdiri sendiri,” katanya saat menjadi pembicara di hari jadi Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) ke-31 di Jakarta akhir Juli lalu.

Di acara yang bertajuk “Bisnis Media  Pada Revolusi Industri 4.0”, ia berkata,“Jika dulu newsroom dianggap mampu menentukan arah politik dunia. Sekarang newsroom tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya newsbrand,” ujarnya. Perubahan lain, muncul istilah baru, news community alias pelanggan setia. “Mereka ini die heart-nya Kompas,” imbuh Tri.

Pergeseran lain, redaksi mulai merambah ke arah news commerce. Yakni, berbasis  berita namun cenderung mendekatkan diri kepada dunia usaha. “Berbeda dengan advertorial,” katanya. Tak berhenti sampai disitu, news collaboration  pun makin berkembang. “Media bisa bertahan, asalkan memiliki kreativitas, mampu bersinergi, dan dapat dipercaya,” ujarnya menyimpulkan.

Tiga Hukum

Menanggapi segala perubahan yang terjadi di industri media, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menitikberatkan kepada tiga pedoman hukum. Pertama, Hukum Moore. Hukum yang diperkenalkan oleh Gordon E. Moore, salah satu pendiri Intel, ini pada dasarnya menekankan bahwa kompleksitas sebuah mikroprosesor akan meningkat dua kali lipat tiap 18 bulan sekali. Intinya adalah kecepatan. “Kecepatan dalam mengambil keputusan, perubahan, dan seterusnya,”  ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Indonesia periode 2009 – 2014 itu.

Kedua, Hukum Med Calve yang digagas oleh penemu komunikasi antarkomputer atau protokol komunikasi. Hukum ini erat kaitannya dengan jaringan atau jejaring. Jejaring yang dimaksud bukan sekadar jaringan fisik, tetapi juga fungsi. “Dari sanalah terjadi pergeseran paradigma menjadi sharing economy, kolaborasi dan sinergi,” katanya.

Ketiga, Hukum Puase. Hukum yang dicetuskan oleh seorang peraih Nobel ini kuncinya cost atau biaya. Di era serba cepat ini menuntut adanya efektivitas, produktivitas, dan efisiensi. “Jika ketiganya belum diterapkan, jangan harap kita bisa menang,” tutupnya. (ais)