Festival Cisadane, Wajah Akulturasi Budaya (Bagian 1)

PRINDONESIA.CO | Sabtu, 14/09/2019 | 4.140
Terinspirasi dari tradisi Peh Cun (mendayung) warga Tiongkok Benteng.
Dok. Humas Tangerang

Festival Cisadane telah menjadi pesta rakyat paling dinantikan oleh masyarakat Kota Tangerang dan wisatawan. Penyelenggaraannya makin meriah tiap tahun.  Seperti yang dirasakan kali ini.

TANGERANG, PRINDONESIA.CO – Berada di tengah-tengah Festival Cisadane bagaikan berada di lautan budaya. Sebut saja, Tionghoa, Betawi, Sunda, hingga Jawa. Kita bisa melihat lomba mendayung yang merupakan wujud tradisi Peh Cun dari Tionghoa, menikmati kerak telor yang merupakan kuliner klasik dari warga Betawi, sembari sesekali mendengar warga setempat berbicara dalam bahasa Sunda. Ya, melalui festival ini kita bisa merasakan ruh dan raga Kota Tangerang yang lahir dari latar belakang multikultur. Namun, kesemuanya bisa hidup berdampingan secara rukun.

Festival yang berlangsung di sepanjang Sungai Cisadane ini awalnya merupakan upaya Pemkot Tangerang menghidupkan kembali Peh Cun (mendayung), tradisi warga yang di kota ini dikenal dengan Cina Benteng, yang pada tahun 1700-an tinggal di bantaran sungai. Rangkaian acaranya diisi dengan menyelenggarakan berbagai ritual seperti Ritual Air Berkah, Sembahyang Twan Yang, Mendirikan Telur, Lomba Tangkap Bebek, Lomba Perahu Naga, hingga Lomba Uleg.

Sayangnya, tradisi ini sempat dihentikan karena dianggap berpotensi menimbulkan abrasi. Seiring perjalanan waktu, pemerintah menimbang ulang. Tradisi ini hidup kembali. “Apalagi tradisi dan keberadaan sungai yang membentang sepanjang sepuluh kilometer ini mengandung nilai-nilai kehidupan yang harus dilestarikan,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Rina Henaningsih saat  menemani PR INDONESIA menikmati Festival Cisadane, Kamis (1/8/2019).

Berupaya memberikan kesan mendalam, Pemkot Tangerang lantas mengawinkan tradisi dengan festival yang kemudian dikenal dengan nama Festival Cisadane. Meski, antara penyelenggaraan tradisi dengan festival tidak selalu dilaksanakan di waktu bersamaan. Tanpa terasa, festival yang tahun ini berlangsung dari tanggal 26 Juli – 4 Agustus 2019 itu sudah memasuki musim kesembilan.

Kali ini Festival Cisadane dibuka dengan iring-iringan 100 perahu yang didominasi oleh ornamen naga. Mereka berlayar dari Dermaga Peh Cun menuju jembatan flying deck Cisadane. Kehadiran mereka telah dinanti oleh ribuan masyarakat, wisatawan, termasuk seluruh aparatur sipil negara (ASN) Pemkot Tangerang yang bergabung di tengah perayaan dengan penampilan maksimal. Ada yang mengenakan pakaian khas nusantara, kostum ala superhero, sampai koboi. Festival makin semarak dengan ragam atraksi mulai dari flyboard water, jet ski, tinju, pencak silat, tarian kolosal Sangego, barongsai, pertunjukan water screen.

Usai menyaksikan atraksi, terdapat ratusan stan yang berjejer rapi di sepanjang bantaran sungai menawarkan produk UKM asli warga Kota Tangerang yang tersebar dari 13 kecamatan. Indera perasa pengunjung juga dimanjakan oleh ragam kuliner. Makin malam, suasana makin menghentak oleh penampilan Band Nidji dan Kotak. Selama festival berlangsung, masyarakat juga disuguhi oleh pertandingan dayung perahu naga yang diikuti tak hanya oleh peserta senasional, tapi juga internasional seperti Malaysia, Timor Leste, hingga Australia.

Jagat media sosial tak pelak mendadak ramai. Tagar #FestivalCisadane2019 menjadi trending topic urutan kedua se-Indonesia di Twitter. Menurut Kepala Bidang Desiminasi Informasi  dan Komunikasi Publik Diskominfo Kota Tangerang Mualim, antusiasme masyarakat sudah dibangun sejak praevent. Salah satunya, gencar berkampanye dengan memaksimalkan seluruh platform media informasi yang dimiliki Pemkot Tangerang mulai dari media internal sampai media sosial. Puncaknya, pemerintah berkolaborasi dengan rekan media, komunitas seperti  Generasi Pesona Indonesia (Genpi) milik Kemenpar RI, influencer, hingga youtuber.

Apakah Anda adalah satu di antara ribuan pengunjung yang hadir di festival sore itu? BERSAMBUNG (ais)