Menjadi praktisi public relations (PR) saat ini penuh dengan tantangan dan mesti memiliki hasrat kuat untuk semakin profesional.
CIREBON, PRINDONESIA.CO - Sebagai salah satu profesi yang sangat menjanjikan di dunia kerja, public relations (PR) jelas membutuhkan talenta-talenta yang potensial. Apalagi dunia PR kini semakin dinamis, seiring makin berkembangnya penggunaan teknologi informasi dalam praksis kepiaran. Setidaknya, jika Anda ingin menjadi PR yang profesional, perlu merujuk 7 (tujuh) tips berikut yang disampaikan founder PR INDONESIA, Asmono Wikan, dalam seminar nasional "How to become Professional Public Relations" yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Fisip, Universitas Swadaya Gunung Jati, di Cirebon, Senin (7/10/19) lalu.
Ketujuh tips itu adalah jujur, rendah hati, humanis, empatik, kompeten (skillful), pandai bergaul, dan pintar lobi/negosiasi. Sikap jujur praktisi PR menunjukkan kematangannya dalam berkomunikasi. Sepahit apapun situasinya, apalagi di saat krisis, PR mesti jujur ketika menyampaikan informasi kepada publik, yang disertai dengan kerendahan hati saat berbicara.
Kemampuan mengelola informasi yang jujur dan sikap rendah hati tersebut menunjukkan esensi humanisme PR terhadap publiknya. Pada gilirannya, dapat menciptakan empatinya terhadap isu atau persoalan yang sedang ia atau organisasinya hadapi.
Tentu saja ketika bertugas mengelola informasi, praktisi PR harus mengandalkan diri pada kompetensi dan ketrampilan kepiarannya yang memadai. Hal ini bisa dilatih secara terus- menerus dan kemudian diukur melalui proses uji kompetensi. Jangan sampai saat krisis menerpa perusahaan, misalnya, ia dan tim PR gagap mengelolanya dengan baik. Alih-alih krisis berlalu, sebaliknya makin berlarut.
Yang tak kalah penting, praktisi PR perlu meluangkan waktu untuk "bergaul". Hadir di forum-forum PR atau kehumasan, baik lokal, nasional, dan internasional. "Agar ia tidak sekadar menjadi "katak dalam tempurung", melainkan punya banyak relasi dan menambah pengetahuan," ujar Asmono. Dalam forum-forum pergaulan maupun saat menghadapi krisis, PR memerlukan kemampuan lobi/negosiasi yang mencukupi. Kemampuan seperti inilah yang acapkali membedakan seorang praktisi PR lebih unggul dari sesama koleganya.
Menguasai Konten
Pada praktik keseharian tujuh sikap profesional PR tersebut akan semakin lengkap apabila dilengkapi konten yang kredibel kala menyampaikan informasi. Konten yang kredibel yang disampaikan dengan sikap jujur bakal memicu trust. Pada akhirnya menciptakan legitimasi dari publik.
"Bayangkan jika seorang praktisi PR bahkan pemimpin sekalipun, ketika cara bicaranya tidak jujur, konten informasi yang disampaikannya tidak kredibel, sudah barang tentu runtuhlah legitimasinya di depan audiens," tegas Asmono. Oleh sebab itu, kejujuran menjadi begitu krusial, mendasari sikap-sikap profesional lainnya dalam diri seorang PR.
Menurut Asmono, ketujuh tips itu semakin menunjukkan bahwa watak atau karakter memegang peran penting, mengatasi aspek kemampuan praktisi PR itu sendiri. "Praktisi PR yang berkarakter baik, jauh lebih bermanfaat bagi organisasinya ketimbang sekadar terampil namun minus karakternya," pungkasnya dalam forum yang dihadiri 200 mahasiswa dari berbagai fakultas di Unswagati tersebut. (asw)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2