Di era digital dan derasnya arus informasi, gaya humas pemerintah dalam berkomunikasi harus berubah. Mereka dituntut mampu berebut perhatian masyarakat dengan cara mengemas informasi pemerintah menarik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Gaya humas pemerintah berkomunikasi ini sudah mendapat perhatian serius dari Presiden Joko Widodo semenjak di awal era kepemimpinannya. Kalau dikalkulasi, selama lima tahun menjadi Presiden, Jokowi tercatat telah memanggil humas pemerintah sebanyak lima kali. Dalam pertemuan itu, ia berulang kali menyampaikan kekecewaannya terhadap gaya komunikasi humas pemerintah.
Seperti yang disampaikan oleh Plh. Plt. Direktur Pengelolaan Media, Ditjen Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Infomatika (Kemenkominfo) Dimas Aditya Nugraha di hadapan para peserta kelas “Pengemasan Informasi Publik melalui Narasi dan Konten Kreatif” yang diselenggarakan oleh KPK di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Kala itu Presiden mengeluh. Informasi pemerintah terlalu kaku. Informasi berdasarkan apa yang ingin pemerintah sampaikan, bukan yang audiens butuhkan. Hingga akhirnya keluar kesimpulan, “Sent tapi tidak deliver. Alhasil, masyarakat tidak merasakan program pemerintah karena mereka pun tidak mengetahui informasinya,” kata Dimas menirukan ucapan Presiden.
Tak ada cara lain. Humas harus berubah. Untuk mengimplementasikan harapan Presiden, Menteri Kominfo saat itu, Rudiantara, lantas menantang jajarannya untuk membuat proyek yang berdampak bagi publik. Khusus di jajaran Ditjen IKP Kemenkominfo, mereka melihat adanya peluang memanfaatkan data yang selama ini merupakan aset pemerintah untuk diterjemahkan ke dalam bentuk infografis dengan desain yang menarik dan mudah dipahami. “Kami kumpulkan ASN (Aparatur Sipil Negara) muda. Ternyata mereka ini kreatif, hanya selama ini potensinya belum dimaksimalkan,” ujar Dimas di acara Festival Media Digital tersebut.
Penuh Liku
Awalnya, infografis tersebut didiseminasi melalui akun media sosial Kemenkominfo. Tapi tidak dikelola dengan baik. Peminatnya pun sedikit. Tahun 2017, atas persetujuan sang menteri yang akrab disapa Chief RA, mereka membentuk akun baru bernama Indonesiabaik.id. Benar saja, tanpa embel-embel dan bayang-bayang Kominfo, publik baru mau melirik.
Dalam perjalanannya, upaya mengomunikasikan data pemerintah tidak melulu mulus. Selain tidak mudah mengumpulkan data dari lintas instansi, mereka juga berhadapan dengan rumitnya jalur birokrasi. Hingga akhirnya pada 12 Juni 2019, Presiden menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres tersebut merupakan landasan pengelolaan data untuk seluruh kementerian dan lembaga (K/L). Termasuk, tujuannya untuk memudahkan humas melakukan tugasnya menyampaikan informasi kepada publik.
Upaya mereka mendapat apresiasi World Summit on the Information Society (WSIS) Prizes 2018 di Jenewa, Swiss. Apresiasi ini membuktikan persepsi publik tehadap hasil riset berupa data infografis dari lembaga resmi ternyata masih tinggi. Apalagai saat itu negara sedang darurat hoaks.
Apresiasi ini juga merupakan sumber penyemangat bagi seluruh humas pemerintah di tanah air. Bahwa dari data yang mereka miliki dan buat, tinggal selangkah lagi untuk publik mengetahui jika pemerintah selama ini telah hadir dan bekerja untuk rakyat. Wujud kehadiran ini diyakini mampu mendorong keterlibatan masyarakat untuk mau berpartisipasi membangun negara.
Untuk menjawab tantangan era digital, tahun depan, Kemenkominfo berencana untuk fokus meningkatkan kapasitas ASN melalui berbagai aktivitas magang dan workshop. “Agar setiap insan yang bekerja untuk instansi pemerintah mampu mengemas konten sehingga masyarakat mengetahui semua hal yang sudah dikerjakan instansi mereka,” ujarnya.
Relevan
Bicara soal ide, Amanda Valani, Video Content Manager dari Narasi TV, yang menjadi pembicara pagi itu berprinsip harus relevan dan personal. Sepakat dengan Amanda, founder dan CEO Cameoproject dan Cameo Productions Martin Anugrah berpendapat ide harus genuine dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Antara lain, pekerjaan, ekonomi, hubungan, dan lingkungan. “Biasanya datang dari dua sisi. Hal yang paling kita sukai atau tidak sukai,” ujarnya.
Yang sulit justru saat mengimplementasikan ide menjadi konten atau berita menarik. “Belum lagi bicara eksekusi. Eh, giliran sudah dieksekusi, isunya sudah tidak relevan,” ujarnya. Meski begitu, ia menekankan, segala sesuatu yang cepat bukan berarti tepat. Kalau tidak tepat, akibatnya akan menjadi hoaks. “Lebih baik terlambat sedikit, tapi tepat,” katanya berkesimpulan. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Hasan Nasbi Resmi Melantik Jajaran Kantor Komunikasi Kepresidenan
- Menkomdigi Akan Soroti Peran Komunikasi Digital untuk Citra Bangsa di WPRF 2024
- Raih Penghargaan Golden World Award 2024, LMAN Akan Tingkatkan Inovasi
- Presiden Prabowo Imbau Kabinet Merah Putih Agar Aktif dan Terbuka Berkomunikasi
- Konstruksi Indonesia 2024: Upaya Kementerian PU Tingkatkan Daya Saing