Mencermati aktivitas kesehariannya seperti tidak pernah ada habisnya. Beruntung, Boy Kelana Soebroto, Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk, bersedia menyediakan waktu, khusus untuk para pembaca PR INDONESIA, di tengah jadwalnya yang padat merayap jelang tutup tahun.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Ia tampak tergesa-gesa ketika kami menemuinya di salah satu ruangan yang berada di lantai bernuansa coworking space Menara Astra, Jakarta, Jumat (13/12/2019). “Jadi, gimana, nih, saya harus ngapain?” katanya bertanya dengan nada cepat.
Tanpa terasa, sudah sebelas tahun ayah dari satu putri tersebut berkarya bersama Astra International. Selama kurun waktu itu pula, ia menjadi saksi sekaligus terlibat membawa perubahan di tubuh Corcomm Astra. Seiring perjalanan, keberadaan PR pun semakin diperhitungkan dan strategis.
Ada banyak mimpi yang ingin ia wujudkan bersama Astra, khususnya di bidang komunikasi. Satu per satu mimpi itu terwujud. Contohnya, buku panduan komunikasi yang diberi nama Astra Communications Management System, warisan yang dipersembahkan untuk Astra dan generasinya ke depan. Kepada Ratna Kartika dari PR INDONESIA, pria kelahiran Hong Kong yang tahun ini berusia 47 tahun itu berkisah.
Seperti apa dinamika PR di perusahaan multi-industri seperti Astra International?
Public relations (PR) harus selalu bergerak mengikuti dinamika zaman, tidak berhenti berinovasi karena perkembangan dunia semakin cepat, termasuk di Astra. Dari sisi digital, Astra berupaya untuk aktif di dunia media sosial (medsos). Meski tergolong baru, Astra berusaha membangun karakter akun medsos Astra agar dapat selalu hadir dalam kehidupan tiap stakeholder-nya Astra yang semakin dinamis ini.
Dari sisi internal communications, Astra membangun Astra Communications Management System (ACMS) atau Sistem Manajemen Komunikasi Astra. Tujuannya, agar seluruh tim komunikasi Grup Astra dapat bergerak dan berkarya dengan standar-standar yang baik yang telah disepakati bersama. Yakni, sesuai dengan standar kompetensi ACMS.
Apa saja standar kompetensi ACMS yang dimaksud?
Ada delapan klaster kompetensi. Pertama, untuk Internal Landscape, peserta memahami pengetahuan dasar tentang Astra. Kedua, Business Landscape, peserta memahami faktor-faktor yang dapat memengaruhi Astra (fokus dalam ekonomi, keuangan, hukum dan kebijakan publik). Ketiga, Corporate Communications Skill (Corcomm Skills), peserta dapat memahami ilmu dan keterampilan Corcomm baik hard maupun soft skill.
Keempat, Corcomm Strategic. Peserta memahami strategi dan kerangka kerja sebagai alur proses, konsep, serta penggunaan data untuk tujuan organisasi jangka panjang. Kelima, Internal Communications. Peserta memahami ruang lingkup pekerjaan komunikasi internal sebagai fungsi organisasi meliputi komunikasi karyawan dan Grup Astra.
Keenam adalah External Communications. Peserta memahami ruang lingkup kerja komunikasi eksternal yang mengacu pada informasi antara organisasi dan stakeholders eksternal. Ketujuh, Media Engineering. Peserta memahami cara membangun hubungan dengan wartawan dan media untuk menyampaikan informasi perusahaan secara positif, konsisten, dan kredibel. Serta, kedelapan, Digital Communications. Peserta memahami bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi dan menciptakan komunikasi persuasif dalam media digital.
Isu krusial apa yang sedang dihadapi industri ini?
Era revolusi industri 4.0 yang dikenal sebagai era disrupsi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang PR. Di era ini, informasi tersebar lebih cepat dan lebih luas di mana masyarakat tidak hanya menjadi penerima melainkan menjadi penyalur informasi. Hal ini tentu membuat PR harus lebih sigap menanggapi isu-isu yang ada.
Bagaimana Anda dan tim menyikapi isu tersebut?
Jangan menolak teknologi. Humas harus mengambil peranan untuk menjadi penyalur informasi dengan sebuah publikasi yang didukung dengan pengetahuan teknologi. Dalam menanggapi sebuah isu kita juga harus berusaha mengemas narasi dengan baik dan mengarahkan ke berita yang positif.
Selain itu, sebagai humas yang dibutuhkan tidak hanya kecakapan dalam mempersiapkan konten yang sesuai dengan kanal komunikasi, tapi juga harus tahu bagaimana cara penggunaan dan merespons kanal komunikasi tersebut.
Program komunikasi apa yang saat ini sedang menjadi prioritas unit PR Astra International?
Sepanjang tahun ini, kami masih mengomunikasikan flagship Astra SATU Indonesia Awards dan Kampung Berseri Astra – Desa Sejahtera Astra. Program Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards yang tahun ini telah memasuki satu dasawarsa dan telah mengapresiasi 305 anak muda. Terdiri dari 59 penerima tingkat nasional dan 246 penerima tingkat provinsi di lima bidang. Yakni, Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Beberapa penerima apresiasi tersebut telah dikolaborasikan oleh Astra dengan 86 Kampung Berseri Astra dan 645 Desa Sejahtera Astra di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Seberapa strategis peran dan posisi Corcomm?
Corcomm Astra berada langsung di bawah Presiden Direktur (Presdir). Ini menunjukkan keberadaannya penting bagi korporasi. Yang kedua, line of communication kita langsung ke Presdir sehingga tidak perlu berpanjang-panjang dan segala sesuatu bisa diputuskan lebih cepat. Ini juga dikarenakan kami harus mengetahui segala informasi sebab Corcomm bertugas membangun reputasi dan citra perusahaan yang positif. Tugas dan tanggung jawab ini cukup besar dan tidak mudah.
Apalagi, seperti kata pepatah, semakin tinggi pohon semakin kencang angin menerpa. Demikian halnya dengan Astra. Isu bisa muncul kapan saja, bahkan dikreasikan oleh orang lain. Untuk itu, kami harus siap menghadapi, bukan menghindari. Maka yang penting bagi Astra itu bukan superman, tapi super team. Jadi, Corcomm, misalnya, tidak bisa berdiri sendiri. Kita harus berkoordinasi dengan lintas divisi mulai dari corporate legal, corporate strategic, investor relations, sampai corporate HR, sehingga kita tahu apa yang terjadi.
Ada isu yang mengemuka tentang SDM di industri PR. Terutama soal banyaknya lulusan yang tidak siap bekerja. Menurut Anda?
Kita tidak bisa memungkiri ada banyak perbedaan kapasitas SDM di bidang humas. Untuk itulah, kami menerapkan ACMS—buku panduan komunikasi bagi seluruh komponen humas Grup Astra—yang didalamnya terdapat delapan kompetensi Corcomm Astra. Setelah menerapkan ACMS, kami melakukan assessment (penilaian) untuk perusahaan Grup Astra dan individu.
Menurut Anda, kompetensi apa saja yang dibutuhkan praktisi PR saat ini?
Secara umum kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh seorang praktisi PR, khususnya Corcomm Astra, ada banyak. Ha-ha. Antara lain, yang bersangkutan memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan tentang komunikasi seperti public speaking, menulis dan riset. Personel Corcomm Grup Astra harus memiliki interpersonal skill yang baik sehingga bisa berkomunikasi dan membina hubungan yang baik dan profesional dengan semua jenis dan level stakeholders.
Mereka juga harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh terhadap bisnis perusahaan serta industri yang berkaitan dengan perusahaan. Memiliki kemampuan analisis yang baik serta mampu memilah informasi sesuai dengan kebutuhan stakeholders—mana yang boleh, mana yang tidak boleh disebarkan.
Lainnya tak kalah penting, mereka harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, seperti perkembangan teknologi media sosial dan digital. Selanjutnya memiliki kemampuan bahasa yang baik terutama Bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan, fleksibilitas tinggi, pemikiran yang terbuka, serta keinginan untuk terus belajar.
Apa pesan bagi para generasi muda yang ingin mengikuti jejak sebagai PR?
Jangan mudah berpuas diri. Terus berusaha mencapai yang terbaik, mampu bekerja sama dengan solid serta mengedepankan manfaat untuk orang lain.
Sejak kapan memiliki passion di bidang PR?
Wah, panjang perjalanannya, ya. Saya kuliah hukum di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Sempat stres, bukan karena salah jurusan karena formal education itu penting dan sampai hari ini pun ilmunya masih terpakai. Tapi, lebih karena saya tinggal dan besar di Jakarta, meski sebenarnya saya keturunan Solo.
Jadi, saya merasa beda banget. Di Solo, jam 7 malam sudah sepi. Saya berpikir, supaya betah, saya mesti cari kesibukan. Tadinya, hampir setiap minggu saya pulang ke Jakarta. Saya pun memberanikan diri melamar sebagai penyiar radio. Ternyata, seru juga, ya. Dari sinilah saya mengenal dunia komunikasi. Mulai dari membuat naskah iklan radio, memproduksi program, membuat event off-air, sampai menjadi master of ceremony (MC).
Selesai kuliah, saya kembali ke Jakarta. Sempat bekerja di bagian publisher hukum, tapi sepertinya bukan saya banget. Saya pun berlabuh ke perusahaan advertising agency. Ternyata, luar biasa menyenangkan. Saya seperti kembali menemukan dunia saya. Saya bisa mengkreasikan ide, menyiapkan konsep untuk brand dan segmen yang berbeda-beda. Namanya, kan, mencari passion apa yang kita senangi dan ada di dalam diri kita.
Tanpa terasa, saya di industri agensi sudah hampir sepuluh tahun. Selama kurun waktu tersebut, kami tak hanya menangani advertising, tapi juga PR, mulai dari aktivas sampai media. Sempat kembali lagi ke radio, tapi balik ke industri agensi sampai 2008. Sebenarnya, tahun 2006, saya sudah mendapat tawaran untuk bergabung di Astra. Namun, baru dua tahun kemudian saya menerima pinangan Astra. Mungkin ini yang dinamakan jodoh, ya.
Waktu itu, saya ditawari pilihan mau ke internal relations atau external relations. Saya pilih internal relations karena saya merasa perlu banyak belajar dari dalam. Setelah saya cukup matang, baru kemudian saya siap jika suatu saat diminta untuk berbicara tentang perusahaan ke luar dan mengelola external communciations. Saya pun mendapat tanggung jawab sebagai Head of Internal Relations Manager.
Seperti apa pengalaman selama mengelola internal relations?
Lagi-lagi saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Kalau sebelumnya saya hanya tahu Astra dari lapisan luar, sekarang sampai ke dalam. Kita harus mengenali visi misi, values perusahaan, baru kemudian mengkreasikan dan mengomunikasikannya.
Sebagai internal relations yang bertugas menggerakkan internal karyawan, kami banyak bermitra dengan human resources (HR) mulai dari head of industrial relations sampai head of human capital. Kami banyak mengkreasikan kegiatan baru termasuk teknologi informasi sebagai bagian dari upaya memperkuat keutuhan internal.
Tahun 2014, saya mendapat amanah sebagai Deputy Head of Corcomm. Empat tahun kemudian, tepatnya 2018, saya dipercaya sebagai Head of Corcomm Astra. Ketika itu saya menginisiasi adanya central resources. Sejak awal bergabung dengan Astra, kami hanya mengenal dua departemen, yakni internal dan external relations. Nah, central resources ini bagian yang mengelola PDCA (plan, do, check, action).
Sekarang Corcomm terdiri dari internal relations, government relations, media relations, brand communication, dan central resources. Tahun lalu, untuk pertama kalinya, Astra memiliki ACMS. Keberadaan panduan sistem manajemen komunikasi Astra ini memang sudah menjadi concern saya sejak lama.
Menurut Anda, seperti apa tren PR di tahun 2020? Bagaimana seharusnya PR menyikapi hal tersebut?
Persepsi lama bahwa PR hanya berfungsi sebagai media relations, membuat kliping, protokoler, serta publikasi di konvensional media semata haruslah kita tinggalkan. Sekarang profesi ini dituntut memiliki keahlian yang lebih kompleks.
Walaupun disrupsi teknologi telah mengubah cara kerja serta proses dunia PR, di satu sisi, hal ini bisa membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan catatan, kita jeli dalam mencari celah, tidak takut, mengikuti perkembangan dan menguasai teknologi. Teknologi harus menjadi budak kita, bukan kita yang menjadi budak teknologi.
Anda berlatar belakang sebagai penyiar yang identik aktif berbicara, tapi jika diperhatikan dari dekat, Anda termasuk sosok yang kalem. Sebenarnya, Anda cenderung introvert atau extrovert?
Tampak kalem mungkin karena saya keturunan Solo, ya, he-he. Sebenarnya, saya senang bertemu dengan teman-teman karena saya tipe orang yang suka mengobrol, berdiskusi dan berjejaring. Ada kalanya juga saya senang berada di situasi yang tenang. Tapi, maksudnya bukan berarti me time sendirian. Lebih kepada berkumpul bersama istri dan anak. Bosan juga kalau sendirian.
Apa hobi Anda?
Kuliner dan travelling. Kalau kuliner saya suka menikmati makanan khas lokal, terutama yang berkuah, fresh dan panas. Kalau travelling, ada kalanya tidak perlu jauh-jauh. Beruntung, kita punya Bali. Travelling bersama anak dan istri ke Bali sudah cukup bagi saya untuk mengisi energi.
Suka kopi atau teh?
Suka dua-duanya, tapi tidak yang harus mengonsumsi tiap hari. Sebenarnya saya lebih suka air putih.
Apa prinsip hidup Anda?
Saya berprinsip harus bisa memberikan manfaat buat orang lain. Saya merasa sayang saja kalau kita hidup, tapi tidak memberi manfaat bagi orang lain. Karena, kita tidak tahu akan hidup sampai berapa lama. Saya juga belajar dan makin termotivasi dari para penerima SATU Indonesia Awards. Mereka, di tengah keterbatasan, masih bisa memberi manfaat bagi banyak orang.
Apa mimpi Anda?
Mimpi besar besar saya ingin mewujudkan Indonesia menjadi bangsa yang gemilang melalui peran saya sebagai PR. I know it’s a big thing, tapi kita bisa mewujudkannya melalui apa yang kita lakukan sekarang. Salah satunya, melalui Astra. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Budi Rahardjo, Kementerian Perhubungan: Berani Mengambil Inisiatif
- Agdya P.P Yogandari, Corporate Secretary VP PT Pelita Air: Dedikasi Tanpa Batas
- Haviez Gautama, Harita Nickel: Komunikasi itu Menenangkan
- Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota Semarang: Mewujudkan Semarang Makin Kompak dan Hebat
- Eviyanti Rofraida, Senior Manager External Communication & Stakeholder Relations PT Pertamina Hulu Energi: Berlayar Bersama Ombak