Menjadi Pranata Humas Saat Ini

PRINDONESIA.CO | Minggu, 30/08/2020 | 1.830
Pranata humas harus hadir di setiap rapat penting terkait pengambilan kebijakan publik
Dok. PR Indonesia

Mengomunikasikan kebijakan pemerintah harus dimulai dari diri sendiri. Dengan begitu, publik memperoleh korelasi antara kebijakan dengan kehidupan sehari-hari.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Inilah pesan yang disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti saat menjadi pembicara di acara hari jadi Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas) sekaligus peluncuran buku The Real GPR: 111 Tulisan Pranata Humas Indonesia, Sabtu (29/8/2020).

Menurut Frans, begitu ia karib disapa, pranata humas saat ini tak hanya sekadar sebagai event organizer, membuat siaran pers, menjalin hubungan dengan media, dan juru bicara. “Lebih dari itu, humas harus memiliki kesadaran bermedia sosial, siaga 24 jam, dan siap membangun engagement,” ujar pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro KLI Kemenkeu tersebut.

Pranata humas juga harus hadir di setiap rapat penting terkait pengambilan keputusan kebijakan publik. “Sebab, humas nanti akan menjadi penjembatan informasi dan komunikasi publik,” katanya.

Untuk menjadi penjembatan dalam menyampaikan kebijakan itu, lanjutnya, harus dimulai dari diri sendiri. Contoh, memiliki media sosial pribadi. Frans, misalnya, telah mewakafkan Facebook-nya untuk menyampaikan kebijakan pemerintah. “Media sosial itu menjadi wadah bagi saya untuk menjelaskan kebijakan kepada publik dengan bahasa yang sederhana. Sehingga, publik mengetahui korelasi antara kebijakan dengan aktivitas kesehariannya,” ujar pemilik kanal Youtube Frans Membahas ini.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya humas membangun brand dari tokoh di instansinya yang membawa pengaruh besar. Salah satunya, Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Kami perlu waktu sebulan untuk meyakinkan beliau sampai akhirnya beliau bersedia dan akhirnya menikmati,” katanya. Melalui media sosial, Menteri Sri merasa dapat terkoneksi dengan audiensnya. Ia juga bisa mengetahui respons publik terhadap kebijakan publik yang dibuat oleh Kemenkeu. “Bahkan, tidak jarang beliau membalas komentar, atau me-mention Dirjen terkait,” ujar Frans.

Sementara 4C yang dibutuhkan humas saat ini meliputi communication, connecting, converting, dan clarifying. Communication adalah tentang komunikasi humas kepada internal dan eksternal hingga mereka dapat menerima kebijakan tersebut. Connecting adalah menjadi gerbang koneksi antara internal dan eksternal, maupun antar internal. “PR atau humas harus siap menjadi layaknya liaison officer,” ujarnya.

Kemudian converting. Yakni, menerjemahkan angka menjadi cerita yang berhubungan dengan masyarakat. Caranya, bisa dilakukan dengan bahasa dan infografis yang menarik. Terakhir, clarifying. Tujuannya, memberikan klarifikasi untuk melindungi institusi dari serangan misinformasi dan hoaks.

3T

CEO Nexus RMSC Firsan Nova sependapat. Ia mengatakan, komunikasi harus dimulai dari diri sendiri. “Dengan memberikan contoh. Sehingga, publik tidak hanya aware, tapi juga mau mengubah perilaku,” ujarnya. Penulis enam buku itu melanjutkan, perubahan perilaku inilah yang diharapkan oleh humas sebagai bentuk outcome, bukan hanya output.

Adapun untuk menghasilkan perubahan perilaku, humas harus berjuang mendapatkan 3T. Antara lain, terdengar, terlihat dan terasakan. Contoh, kampanye menggunakan masker, jaga jarak, cuci tangan, dan lebih banyak beraktivitas di rumah yang telah dilakukan selama setengah tahun belakangan ini baru dikatakan berhasil bukan hanya kampanyenya terdengar dan terlihat. “Lebih dari itu itu, apabila jumlah kasusnya juga ikut menurun,” kara Firsan seraya menekankan humas saat ini tak cukup hanya kreatif, tapi juga harus strategis. Untuk itu, humas harus berkembang dari mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis menjadi strategis. 

Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo, Iprahumas merupakan organisasi yang strategis. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. “Informasi adalah kekuatan komunikasi dan persepsi. Humas harus pandai mengubah important news menjadi good news. Tidak lagi terjebak dengan paradigma bad news is good news,” ujarnya. (rvh)