Cara RS Mengelola Komunikasi Risiko saat Pandemi

PRINDONESIA.CO | Senin, 30/11/2020 | 2.495
Pelayanan RS di era pandemi menjadi risiko yang komunikasinya perlu dikelola dengan baik
Dok. PERHUMASRI

Selama pandemi ada banyak informasi yang bersifat rumor dan bohong beredar di tengah masyarakat. Jika informasi itu dipercaya akan menimbulkan stigma buruk terhadap RS. 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Untuk itu, ujar Anjari Umarjiyanto, Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERHUMASRI), pelayanan di era pandemi menjadi risiko yang komunikasinya perlu dikelola dengan baik.

Anjari lantas berbagi strategi mengelola komunikasi risiko. Khususnya, dalam mengelola kemarahan masyarakat (outrage management). Yaitu, komunikasi yang dilakukan saat kecemasan atau kepanikan masyarakat melebihi tingkat bahaya.

Jika outrage-nya tinggi, maka yang harus dilakukan RS adalah menyampaikan data yang valid, tenang dan berempati. “Yakinkan publik bahwa bencana tidak sebesar seperti informasi yang beredar di masyarakat,” katanya saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) 2020 bertajuk “Strategi Manajemen Isu dan Opini Covid-19, Memantapkan Reputasi Rumah Sakit” secara virtual, Sabtu (31/10/2020).

Sementara jika outrage-nya rendah, RS bisa melakukan promosi kesehatan. Antara lain, melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), surveilans komunikasi, meningkatkan literasi dan kemampuan publik, dan memperkuat jejaring/kemitraan.

Jika tingkat outrage-nya rendah sementara bahayanya (hazard) tinggi, RS perlu melakukan strategi krisis komunikasi yang mengedepankan aspek transparansi, menyampaikan informasi dengan cepat, tepat, akurat, dan mudah diakses. Langkah ini diikuti dengan membangun kepercayaan publik  serta bekerja sama dengan banyak pihak untuk menangani krisis.

Sebaliknya jika outrage dan hazard-nya tinggi, maka RS harus melakukan advokasi pencegahan (precaution advocacy). Dengan cara membangkitkan emosi publik yang apatis, membantu mencegah risiko agar tidak meluas, serta mengadvokasi tokoh masyarakat, opinion leader, dan kelompok masyarakat lainnya.

Lima Prinsip

Pria yang merupkan Kepala Kompartemen PR dan Marketing PERSI ini mengatakan, ada lima prinsip komunikasi risiko. Terdiri dari kepercayaan, transparansi, pengumuman dini, mendengarkan, dan perencanaan. Tips saat mengelola komunikasi risiko pun ada lima. Pertama, menerapkan komunikasi risiko sesuai lima prinsip tadi. Kedua, gunakan informasi dari sumber resmi dan terpercaya.

Ketiga, sampaikan pesan yang konsisten. Maksimalkan keberadaan platform media yang ada untuk mendiseminasi pesan tersebut. Keempat, mendahulukan internal, pasien dan masyarakat. Kelima, melibatkan pemangku kepentingan prioritas. (rha)