Mitigasi Isu Lewat “Media Monitoring”

PRINDONESIA.CO | Sabtu, 19/12/2020 | 2.068
Media monitoring bermanfaat sebagai mitigasi isu
Dok. Istimewa

Media monitoring tidak hanya bertujuan untuk mengetahui exposure pemberitaan tentang instansi/korporasi di media. Lebih dari itu dapat bermanfaat sebagai mitigasi isu/krisis.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Melalui media monitoring, instansi/korporasi dapat mengetahui perbincangan, gejala atau “serangan” isu sebelum menyebar lebih luas. “Framing itu beragam, isunya juga macam-macam. Tapi, akan lebih berat kalau kita mengetahuinya belakangan,” ujar Manager Riset PT Indonesia Indicator Nur Imroatus pada acara MAW Talk #19, Jumat (4/12/2012).

Ada dua manfaat penting dari keberadaan media monitoring. Sesuai namanya pemantauan dan media. Hubungannya dengan media adalah peristiwa yang sedang, ketika terjadi dan apa yang di inginkan terjadi. Sementara monitoring atau pemantauan bisa dimanfaatkan untuk banyak kepentingan. Kaitannya, untuk mengetahui apa yang akan terjadi ke depan.

Menurut Iim, begitu Nur karib disapa, ketika melakukan pemantauan, ada 5W 1 H dalam setiap berita yang harus menjadi perhatian. What berkaitan dengan mengoleksi informasi apa saja yang terjadi. When, bagaimana perkembangannya dalam berbagai rentang. Where, di mana terjadinya. Who, siapa yang mengembangkan isu. Dan, how, bagaimana isu itu disajikan.

Jangan “Baper”

Yang pasti, kata Iim, jangan terbawa perasaan (baper) ketika mengetahui hasil monitoring. Sebab ada kalanya hasil pemantauan media yang terkoleksi justru menunjukkan suara-suara bernada negatif. Sebaliknya, harus dilihat bahwa hal tersebut merupakan fakta media yang bisa memengaruhi persepsi publik.

Dari output tersebut, kita bisa meramu efek dari framing tersebut. Misalnya, kepala daerah diserang dengan isu pribadi. Respons dengan tenang, katakan bahwa peristiwa itu sudah ditangani dengan baik. “Kita kontraskan dengan fakta di lapangan. Apabila fakta di lapangan ingin dibuat sebagai fakta media, maka sajikan dengan data,” ujarnya.

Iim juga menggarisbawahi bahwa masyarakat membutuhkan medium untuk mepersatukan opini. Sehingga, media tidak lepas dari publik dan kepublikan. Tombol like pada suatu berita/informasi juga bisa menjadi indikator untuk merepresentasikan framing. Sementara keberadaan share untuk mengetahui sesuatu yang sedang menjadi perhatian (concern) publik/warganet.  (rha)