Begini Cara PR Membuktikan Nilai Komunikasi

PRINDONESIA.CO | Selasa, 16/11/2021 | 1.825
Mengukur nilai komunikasi
Dok. Istimewa

Menentukan tujuan pengukuran adalah syarat mendasar sebelum melakukan perencanaan, pengukuran, dan evaluasi komunikasi.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Menurut Global Managing Director AMEC Johna Burke, hal terpenting dalam mengukur nilai komunikasi adalah mengetahui tujuan agar tujuan komunikasi tetap sejalan dengan tujuan perusahaan.

Berdasarkan Barcelona Principle 3.0, kata Burke saat mengisi gelar wicara “Proving the Value of Communications through Measurement”, Kamis (11/11/2021), ada tujuh panduan dalam mengukur nilai komunikasi. Pertama, menentukan tujuan sebagai persyaratan mendasar untuk perencanaan, pengukuran, dan evaluasi komunikasi. Kedua, pengukuran dan evaluasi yang bermakna harus mempertimbangkan outputs dan outcomes di seluruh perjalanan audiens.

Langkah ini dilakukan bertahap mulai dari input (hal yang perlu dipersiapkan untuk melakukan komunikasi), aktivitas (hal yang perlu dilakukan untuk merencanakan dan memproduksi komunikasi),  output (hal yang kita keluarkan dan diterima oleh target audiens), dan outtakes (hal yang audiens dapatkan dari komunikasi yang kita berikan). Baru setelahnya ada outcomes (efek dari komunikasi terhadap audiens) dan impact (hasil dari komunikasi.

Panduan ketiga, dampak kontribusi dari asosiasi dan organisasi komunikasi harus dipertimbangkan. Keempat, pengukuran dan evaluasi komunikasi harus mencakup analisis kualitatif dan kuantitatif. “Analisis berbasis perilaku pengguna dan analisis berbasis angka adalah kombinasi sempurna dalam pengukuran komunikasi,” ujarnya.

Kelima, advertising value equivalent (AVE) bukan nilai komunikasi. Sebab, AVE melihat nilai komunikasi berdasarkan return on investment (ROI) sedangkan komunikasi harus dilihat berdasarkan return on objective (ROO).

Keenam, pengukuran dan evaluasi holistik mencakup seluruh kanal on-line dan off-line yang relevan. “Kanal paid, earned, shared, dan owned (PESO) sangat penting dalam mencapai tujuan komunikasi,” kata Burke. Ketujuh, atau terakhir, pengukuran dan evaluasi berakar pada integritas, transparansi, pembelajaran, dan wawasan.

 

Ubah “Mindset”

Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk. Boy Kelana Soebrto mengatakan, tantangan terbesar dalam menggunakan pengukuran komunikasi adalah mengubah mindset atau pola pikir. Apalagi, AVE telah menjadi alat pengukuran yang dipakai oleh praktisi PR selama bertahun-tahun. “Ketika kita menggunakan pengukuran komunikasi berbasis AMEC, maka kita harus memperkaya keahlian kita,” ujarnya.

Hal ini diamini oleh Monitoring and Analytics Director Maverick Indonesia Felicia Nugroho. Felicia. Menurutnya, dibutuhkan keahlian dalam mengubah single metric menjadi multilayer metrics. Pun dengan budaya. “Kita tidak dapat menganggap pekerjaan PR hanya hubungan dengan media massa. Lebih dari itu, kita harus mengoptimalkan seluruh paid, earned, shared, dan owned (PESO) media,” katanya.

Dalam mengintegrasikan PESO, lanjut Felicia, PR tidak dapat lagi bekerja secara silo. “Yang terpenting, pada saat di awal ketahui titik pangkal kita sebagai garis dasar sekaligus mengidentifikasi kondisi saat ini,” tutupnya. (rvh)