Jangan Keliru! Ini, lho, Bedanya “Coaching” dengan “Training”

PRINDONESIA.CO | Kamis, 26/05/2022 | 3.316
Jika coaching itu lebih banyak bertanya (asking), maka training lebih mengutamakan tentang menceritakan (telling).
Dok. Istimewa

Selama ini ternyata kita kerap keliru dalam memaknai antara coaching, training, dan mentoring. Memang seperti apa bedanya?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dalam ilmu self development dikenal tiga hal, yakni coaching, training, dan mentoring. Ketiganya memiliki makna masing-masing. Founder Star Learning Lab, Facilitator and Coach Lestari Soeryowati menguraikannya satu per satu pada saat mengisi acara Ngobrol di CPROCOM bertajuk “Coaching & Training untuk Pengembangan Diri”, Kamis (26/5/2022).

Lestari menegaskan coaching bukanlah mengajar, tidak memberikan rekomendasi, menasihati, apalagi mendampingi. Makna dari coaching adalah membantu coachee (peserta coaching) membuka kunci potensi yang tadinya tenggelam, tertutup atau tidak muncul. “Setiap orang itu memiliki mental block yang membuat dia merasa tidak mampu,” katanya.

Nah, seorang coach berperan untuk membuka mental block tersebut dengan cara banyak mendengar dan bertanya. Adapun output dari coaching adalah menantang coachee untuk membuat dan melakukan action plan.  

Jadi, jika coaching adalah banyak bertanya (asking), berbeda dengan training. Menurut Lestari, training lebih mengutamakan tentang menceritakan (telling). Sementara mentoring, mentor langsung memberikan petunjuk-petunjuk kepada si mentee (yang mendapatkan mentoring) mengenai hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki suatu masalah atau mencapai tujuan tertentu.

 

Pemimpin sebagai “Coach”

Lestari mengatakan, coach tidak melulu harus berlatar belakang guru, tapi bisa juga dari kalangan profesional seperti pemimpin, manajer, dan lainnya. “Untuk itu, kita mengenal leader as a coach (pemimpin sebagai pelatih),” katanya.

Kemampuan sebagai coach ini penting dimiliki oleh pemimpin. Sebab, kemampuan ini memengaruhi efektivitas kerja tim. Hal ini dikarenakan pemimpin yang memiliki kemampuan sebagai coach mampu menggali potensi setiap anggota tim. Pemimpin tersebut juga menyadari setiap orang itu unik.

Pemimpin yang memiliki kemampuan sebagai coach menganut prinsip antara pemimpin dengan anggota tim adalah mitra. Mereka meyakini kedua belah pihak ini memiliki keinginan yang sama untuk maju. Selain itu, pemimpin yang seperti ini juga memberikan ruang kepada timnya untuk berpendapat. “Ketika pemimpin memiliki kemampuan sebagai coach, maka dia akan lebih tenang dalam menghadapi situasi segenting apa pun,” katanya.

Umumnya, apabila ada masalah, pemimpin yang memiliki kemampuan sebagai coach akan lebih banyak mendengar dengan cara mengajukan pertanyaan. Contoh, bertanya hal yang melatarbelakangi anggota timnya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Setelah mendengar penjelasan itu, pemimpin akan mengajukan pertanyaan, “Lalu, bagaimana caranya agar Anda dapat bekerja tepat waktu?” Nah, dari sana pemimpin akan mendapatkan input

Jadi, kata Lestari, sudah seharusnya coaching menjadi gaya hidup seorang pemimpin dalam berkomunikasi. “Pemimpin, dalam kesehariannya, mampu membangun pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menggali potensi anggota timnya,” imbuhnya. “Kita harus bangga punya coach. Dengan begitu, artinya kita selalu siap untuk bertransformasi,” tutupnya. (rtn)