Belajar Penanganan Krisis Internal dari Cathay Pacific

PRINDONESIA.CO | Selasa, 18/10/2022 | 2.022
Krisis yang dialami Cathay Pacific dapat menjadi pelajaran, bagaimana menangani krisis internal
Dok. Getty Image

Apabila ditangani dengan cerdas dan tepat, krisis dapat menjadi peluang bagi perusahaan untuk melakukan reformasi dan rebranding, seperti yang dirasakan oleh Cathay Pacific.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Januari 2021 menjadi bulan penuh pembelajaran bagi Cathay Pacific. Ketika itu, maskapai asal Hong Kong tersebut mengalami krisis.  Empat karyawan mereka terbukti melanggar peraturan isolasi mandiri COVID-19 karena diketahui bepergian selama masa karantina. Kejadian tersebut menuai gelombang komentar negatif dari masyarakat. Pada saat itu, korporasi langsung menindak tegas dengan melakukan pemecatan terhadap pelaku.

Karena sedang di masa pandemi, Direktur Eksekutif Cathay Pacific Patrick Healy, segera merilis video untuk menanggapi dan merespons krisis yang sedang terjadi. Menurut Ronn Torossian, CEO PR 5w, seperti yang dilansir dari laman ronntorossian.com, 23 Februari 2022, poin utama yang patut diapresiasi dalam video tersebut adalah, Healy mengakui kesalahan yang dilakukan oleh karyawan mereka. Selain itu, perusahaan juga siap menerima tanggung jawab dan meminta maaf kepada masyarakat.

Torossian menilai, pidato Healy mencerminkan disagregasi antara perilaku perusahaan dengan karyawan. Maksudnya, meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh karyawan Cathay Pacific, namun bukan berarti cerminan dari aksi perusahaan.

Selain itu, Cathay Pacific juga secara terbuka menegaskan komitmennya untuk mematuhi protokol kesehatan tanpa mengorbankan tanggung jawab untuk kesejahteraan dan hak-hak dasar karyawan. Menurut Torossian, saat terjadi krisis, penting bagi pemimpin untuk menunjukkan rasa empati dan upaya nyata agar kesalahan serupa tidak terulang. Cathay Pacific siap menanggung semua risiko dan memastikan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh karyawan tidak akan mengganggu penerapan disiplin awak maskapainya yang lain.

Hal selanjutnya yang dapat dipelajari dari kasus ini adalah, Healy sebagai pemimpin tidak pernah memberikan pandangan pribadi seputar krisis yang sedang berlangsung. Daripada menimbang kontroversi dengan pembelaan yang tidak tepat, Healy dan tim berupaya untuk tidak melakukan politisasi terhadap insiden tersebut. Sebaliknya, menjadikan momentum bagi perusahaan untuk meyakinkan korporasi tunduk dan menghormati penyelidikan yang berlangsung serta peraturan internal tentang perilaku karyawan. (zil)