Hal yang Harus Dipersiapkan PR dalam 5 Tahun ke Depan

PRINDONESIA.CO | Rabu, 14/06/2023 | 1.047
Forum Saling Belajar CPROCOM, Sabtu (10/6/2023)
Rizka/PR INDONESIA

Beragam tantangan mulai dari keberlanjutan hingga kecerdasan buatan bakal mewarnai dinamika public relations (PR) di masa depan. Apa saja yang perlu dipersiapkan oleh PR?

BOGOR, PRINDONESIA.CO - Berdasarkan laporan Global Alliance bertajuk “Approaching the Future 2021: Trends in Reputation and Intangible Asset Management”, satu dari tiga hal besar yang bakal menjadi tren di masa depan adalah keberlanjutan. Isu ini pula yang dibawa dalam gelar wicara bertajuk “Adapting to PR Challenges in The Next 5 Years” yang diselenggarakan CPROCOM secara hibrida, Sabtu (10/6/2023).

Bicara soal keberlanjutan memang tidak bisa terlepas dari aspek-aspek environmental, social, governance (ESG). Sementara kaitannya dengan public relations (PR), Herry Ginanjar, pakar ESG, yang menjadi pembicara pada hari itu mengatakan, akan ada banyak tantangan yang dihadapi oleh PR di era keberlanjutan dan ESG nanti. Antara lain, perubahan lanskap media, disrupsi digital, hoaks, risiko reputasi, dan keadilan yang mencakup keberagaman, inklusivitas, dan sosial. PR juga ditantang untuk mampu mengadaptasi konsep keberlanjutan dan ESG, menavigasi informasi, hingga politik global dan tantangan sosio-ekonomi.

Menurut Herry, terdapat tujuh tren PR terkait keberlanjutan dan ESG. Pertama, ekspektasi stakeholder. Sebab, kata founder dan CEO etKomunika itu, beda stakeholder, berbeda pula cara penyampaiannya terkait ESG. Kedua, lanskap peraturan. Ia memberi contoh, peraturan terkait diversity, equity, inclusion (DEI) seperti 20 persen direksi BUMN harus dari kalangan perempuan. Ketiga, laporan dan disclosure. Nah, PR tidak hanya bertugas melaporkan kegiatan, namun juga dana yang digunakan untuk kegiatan tersebut.

Keempat, tujuan dan nilai. Hal in dikarenakan saat ini perusahaan sekarang tidak hanya berorientasi pada profit, namun juga keberlanjutan. Kelima, persiapan dalam menghadapi krisis. Dalam ESG, Herry melanjutkan, terdapat pembahasan dalam tata kelola krisis. Keenam, kolaborasi dan kemitraan. Ketujuh, inovasi dan teknologi.

Berdamai dengan Teknologi

Khusus terkait teknologi, menurut Senior Advisor Directorate Digital Business PT Telekomunikasi Indonesia Henri Setiawan Wyatno, ada perkembangan yang harus dicermati. Yakni, teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Setiawan lantas meminta praktisi PR untuk menyoroti beberapa hal yang patut diamati di era perkembangan AI ini. Antara lain, kemudahan mencari influencer untuk perusahaan, mengidentifikasi target audiens dari lokal hingga global, kemudahan berinteraksi dengan masyarakat luas, menganalisis umpan balik dari masyarakat menggunakan teknilogi, hingga mengoptimalkan data. Sehingga, PR dapat membangun engagement dengan target audiens yang lebih intens.

Kepada para peserta yang hadir secara langsung maupun di balik layar via Zoom, Setiawan berpesan agar tidak perlu mengkhawatirkan perkembangan zaman. Sebaliknya, ia justru mengajak mereka untuk menikmati perkembangan itu. “PR harus selalu fokus pada objective, memiliki spesialisasi, dan target personal,” katanya.

Untuk itu, ia mendorong agar PR senantiasa melakukan up-skilling dan re-skilling. Up-skilling, yakni melatih kemampuan yang dibutuhkan saat ini agar bisa bekerja lebih efektif, efisien, dan tetap relevan. Sementara re-skilling adalah pelatihan yang bertujuan mempersiapkan karyawan untuk menjalani peran atau posisi baru yang berbeda dengan saat ini.

Founder & CEO Prominent PR Ika Sastrosoebroto mengibaratkan AI sebagai alat (tools), sementara manusia adalah tuannya. PR harus tetap meyakini bahwa ia memegang kendali atas komunikasi yang merupakan katalisator seluruh unsur kehidupan. “Berkomunikasi itu bukan hanya berbicara, namun membuat seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan secara presisi,” katanya. Oleh sebab itu, PR memerlukan adanya umpan balik (feedback) untuk menciptakan komunikasi dua arah.

Lantas, bagaimana menyelaraskan komunikasi dan performa agar membentuk reputasi? Komunikasi, masih menurut Ika, dapat menjadi stimulus dari performa perusahaan. Ibarat mindset, persepsi baik yang dibentuk oleh PR akan menarik performa perusahaan menuju ke arah yang lebih baik pula. “Hal inilah yang kemudian kita sebut sebagai PR branding,” tutupnya. (rvh)