Menurut Syukron Ali, ICON PR INDONESIA 2018 – 2019, sinergi antara manusia dengan teknologi mutlak dibutuhkan. Di sisi lain, kehadiran teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) mendorong praktisi PR untuk terus meningkatkan kemampuan mereka.
Oleh: Syukron Ali, ICON PR INDONESIA 2018 – 2019.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Apakah peran public relations (PR) akan tergerus seiring dengan kemajuan teknologi, khususnya di era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI)? Apakah mungkin seorang praktisi komunikasi di berbagai organisasi akan tergeser dengan adanya teknologi ini?
Pertanyaan di atas kerap berseliweran di dalam benak, tak terkecuali praktisi PR, semenjak dunia dibuat geger dengan kehadiran Chat Generative Pre-training Transformer (ChatGPT), kecerdasan buatan yang cara kerjanya memakai format percakapan besutan OpenAI. Di satu sisi, kehadiran teknologi ini juga bisa dimaknai sebagai bahan evaluasi dan tolok ukur kemampuan bagi seorang praktisi PR atau komunikasi untuk terus mengasah kemampuan dirinya.
Ya, bagaimana tidak? Sebelum era AI (Chat GPT), menulis artikel sekitar 500 kata seputar pendidikan, misalnya, membutuhkan waktu sekitar 30 - 60 menit. Sebaliknya, semenjak ada AI, proses menulis bisa diselesaikan dalam hitungan detik.
Evaluasi tersebut bisa dimulai dengan cara bertanya kepada diri sendiri. Apakah pengetahuan yang dimiliki sebagai praktisi komunikasi/PR sudah mumpuni? Apakah kita sudah cukup untuk berkreasi? Seandainya tidak menggunakan AI, apakah muncul ide untuk berkarya? Atau, kita selalu bersandar pada teknologi, yang tanpanya, otak menjadi buntu dengan ide, kreasi, dan inovasi?
- BERITA TERKAIT
- Kunci Utama Memimpin Tim Tetap Solid di Tengah Krisis Komunikasi
- Demokrasi di Meja Makan
- Peran Pengelolaan “Stakeholder” Mendukung Penerapan ESG dan Keberlanjutan
- Pentingnya Juru Bicara dalam Membangun Kredibilitas IKN
- Begini Rahasia Sukses Konferensi Pers